http://investasi.kontan.co.id/news/antm-tunjuk-4-bank-untuk-pendanaan-feni-haltim
JAKARTA. PT Aneka Tambang Tbk (ANTM)
terus gencar mencari dana untuk membiayai proyek Feronikel Halmahera
Timur (FeNi Haltim), Maluku Utara. Perusahaan pelat merah ini telah
menunjuk empat bank yaitu PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI),
Standard Chartered bank dan Sumitomo Mitsui Banking Corporation sebagai
lead arrangers untuk membantu pendanaan proyek FeNi Haltim.
Keempat bank tersebut akan membantu pendanaan proyek FeNi Haltim sampai dengan US$ 650 juta. Dana tersebut dapat berupa fasilitas perbankan komersial dan atau fasilitas export credit agency. "Lead arranger juga akan memberikan masukan dan mengkaji opsi pendanaan yang tersedia, termasuk memformulasikan rencana dan strategi pendanaan proyek yang optimal," kata Direktur Utama ANTM Alwinsyah Lubis dalam rilis yang diterima Kontan, Selasa (31/1).
Konsorsium antara keempat bank ini sudah terbentuk sejak Agustus 2011 di mana keempatnya masuk dalam financial arrangers bersama PT Mandiri Sekuritas, Goldman Sachs dan Deutsche Bank. Financial arrangers bertugas membantu ANTM untuk memperoleh pendanaan yang optimal bagi proyek-proyek ekspansi perusahaan terutama FeNi Haltim.
ANTM sendiri mengharapkan financial arrangers itu bisa membantu pengadaan dana hingga US$ 1 miliar. Dana tersebut akan digunakan untuk membiayai proyek FeNi Haltim yang menyedot investasi total sebesar US$ 1,6 miliar. Waktu itu, ANTM memperkirakan kebutuhan dana tersebut akan diperoleh dari kombinasi obligasi dan pinjaman dari perbankan.
Sebagai catatan, pada Desember 2011, ANTM telah menerbitkan obligasi senilai Rp 3 triliun. Dana hasil obligasi itu digunakan untuk beberapa pos. Dana sebanyak Rp 674 miliar atau 22,46% untuk investasi rutin pada unit-unit bisnis ANTM. Hal itu dimaksudkan guna menunjang kinerja operasional dan memelihara stabilitas produksi dalam bentuk pembangunan prasarana dan bangunan, serta pembelian mesin dan alat produksi.
Sementara alokasi untuk unit bisnis pertambangan nikel Sulawesi Tenggara sekitar 5,40%, unit bisnis pertambangan nikel Maluku Utara sekitar 8,73%, unit bisnis pertambangan emas sekitar 8,33%. Sisanya, sebesar Rp 2,326 triliun atau 77,54% akan dipakai untuk pengembangan usaha. Di antaranya, belanja modal untuk renovasi, perbaikan, dan modernisasi pabrik Feronikel di Pomalaa, Sulawesi Tenggara (Sulteng).
Keempat bank tersebut akan membantu pendanaan proyek FeNi Haltim sampai dengan US$ 650 juta. Dana tersebut dapat berupa fasilitas perbankan komersial dan atau fasilitas export credit agency. "Lead arranger juga akan memberikan masukan dan mengkaji opsi pendanaan yang tersedia, termasuk memformulasikan rencana dan strategi pendanaan proyek yang optimal," kata Direktur Utama ANTM Alwinsyah Lubis dalam rilis yang diterima Kontan, Selasa (31/1).
Konsorsium antara keempat bank ini sudah terbentuk sejak Agustus 2011 di mana keempatnya masuk dalam financial arrangers bersama PT Mandiri Sekuritas, Goldman Sachs dan Deutsche Bank. Financial arrangers bertugas membantu ANTM untuk memperoleh pendanaan yang optimal bagi proyek-proyek ekspansi perusahaan terutama FeNi Haltim.
ANTM sendiri mengharapkan financial arrangers itu bisa membantu pengadaan dana hingga US$ 1 miliar. Dana tersebut akan digunakan untuk membiayai proyek FeNi Haltim yang menyedot investasi total sebesar US$ 1,6 miliar. Waktu itu, ANTM memperkirakan kebutuhan dana tersebut akan diperoleh dari kombinasi obligasi dan pinjaman dari perbankan.
Sebagai catatan, pada Desember 2011, ANTM telah menerbitkan obligasi senilai Rp 3 triliun. Dana hasil obligasi itu digunakan untuk beberapa pos. Dana sebanyak Rp 674 miliar atau 22,46% untuk investasi rutin pada unit-unit bisnis ANTM. Hal itu dimaksudkan guna menunjang kinerja operasional dan memelihara stabilitas produksi dalam bentuk pembangunan prasarana dan bangunan, serta pembelian mesin dan alat produksi.
Sementara alokasi untuk unit bisnis pertambangan nikel Sulawesi Tenggara sekitar 5,40%, unit bisnis pertambangan nikel Maluku Utara sekitar 8,73%, unit bisnis pertambangan emas sekitar 8,33%. Sisanya, sebesar Rp 2,326 triliun atau 77,54% akan dipakai untuk pengembangan usaha. Di antaranya, belanja modal untuk renovasi, perbaikan, dan modernisasi pabrik Feronikel di Pomalaa, Sulawesi Tenggara (Sulteng).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar