Senin, 14 November 2011

Bank Enggan Turunkan Bunga Kredit

JAKARTA - Meski Bank Indonesia (BI) menurunkan tingkat suku bunga acuan (BI Rate), hal itu tak serta-merta membuat perbankan nasional menurunkan suku bunga kredit. Alasannya, tingkat suku bunga dana saat ini tak hanya bergantung pada BI Rate, tetapi juga bergantung pada utilitas di pasar.


PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk maupun PT Bank Central Asia (BCA) Tbk menyatakan, tak langsung menurunkan suku bunga kreditnya karena alasan masing-masing. “Penurunan (BI Rate) ini tak bisa diikuti terlalu cepat,” ujar Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia  (BRI) Tbk Ahmad Baiquni kepada Republika di Jakarta, Ahad (13/11).

Menurut Ahmad, jika utilitas tidak bergejolak, kemungkinan suku bunga pinjaman masih bisa turun. Saat ini, pihaknya menghitung dampak penurunan basis poin dari BI, di samping melihat berbagai kemungkinan satu atau dua bulan ke depan. Namun, suku bunga deposito sudah ada yang turun. “Tapi, kami pastikan awal 2012 suku bunga pinjaman atau suku bunga dasar kredit sudah pasti akan ada penurunan,” jelasnya. Ia mencontohkan suku bunga kredit kepemilikan rumah (KPR) yang akan turun karena persaingan antarbank amat ketat, walau belum diketahui besarannya, apakah hanya satu digit.

Untuk kredit perusahaan atau korporat secara tidak langsung juga bisa turun, meski bergantung pada segmennya. Contohnya, kredit industri. Sedangkan, untuk kredit usaha mikro kecil menengah (UMKM), kata dia, sedang dikaji penurunan suku bunga kreditnya. Presiden Direktur Bank BCA Tbk Jahja Setiaadmaja menyatakan, penurunan suku bunga kredit itu bergantung pada cost of fund. BCA juga belum akan menurunkan suku bunga kreditnya saat ini.

“Suku bunga kredit Bank BCA sudah yang paling rendah,” jelasnya. Sebelum BI Rate turun menjadi enam persen, suku bunga kredit KPR BCA yang awalnya mencapai 9,5 persen sudah turun menjadi 7,5 persen.“Kita lihat lagi awal tahun depan,” terang Jahja kepada Republika. Sebelumnya, Kamis (10/11), BI menurunkan BI Rate sebesar 50 basis poin (bsp) menjadi enam persen dari semula 6,5 persen.

Rencana bisnis bank

Sementara itu, BI akan mengamati rencana bisnis perbankan pada 2012 guna melihat apakah ada kemungkinan perbankan menyesuaikan diri dengan penurunan suku bunga acuan (BI Rate). Bank sentral bahkan akan memanggil bank yang enggan menurunkan suku bunga.

Menurut Gubernur BI Darmin Nasution, langkah itu seiring penyampaian rencana bisnis bank (RBB) yang akan diberikan ke BI, November ini. “Kita akan lihat RBB mereka dan kita akan panggil jika ternyata kita lihat RBB-nya tidak memasukkan faktor perubahan ke dalam rencana mereka,” ujarnya, akhir pekan lalu.

BI akan mengajak bank untuk bicara. Apalagi, untuk menurunkan BI Rate juga melalui perhitungan dan bukan sekadar kebiasaan. Nantinya, BI juga bakal meminta perbankan memerhatikan tingkat efisiensi.Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah menyadari penurunan BI Rate tidak cepat diikuti penurunan suku bunga dasar kredit (SBDK). “BI sedang meneliti apa yang membuat mekanismenya terhambat,” katanya.

Dari penelitian bank sentral pada 2001 hingga 2004, terdapat kenaikan biaya operasional yang cepat. Namun, dari 2004 hingga 2011, meski tren yang sama masih ada, bank seharusnya sudah mampu mengatasi ini karena keuntungan perbankan rata-rata naik.

Pada 2001, return on asset (ROA) bank hanya 1,5 persen, tapi sekarang sudah sampai tiga persen bahkan di atas. Ia mengaku, sedang mempelajari sejumlah dugaan terkait fakta ini, termasuk potensi apakah bank sudah cukup efisien. Dibanding suku bunga kredit, suku bunga deposito lebih sensitif terhadap penurunan BI Rate.

Berdasarkan data bank sentral, baru ada dua SBDK perbankan yang terlihat mengalami penurunan. Yakni, kredit korporasi yang turun dari 10,72 persen (Juni 2011) menjadi 10,51 persen (September 2011) dan kredit pemilikan rumah yang turun dari 11,38 persen (Juni 2011) menjadi 11,04 persen (September 2011).

Dibandingkan negara-negara ASEAN, SBDK Indonesia termasuk masih tinggi. Rata-rata SBDK di Singapura per November 2011 berada di level 5,5 hingga enam persen, sedangkan di Malaysia per Mei 2011 berada pada level 6,6 persen.

Wakil Ketua Panja Inflasi dan Suku Bunga Komisi XI DPR Kemal Azis Stamboel menilai, perbankan tidak fair dalam proses penyesuaian suku bunga kredit dikaitkan dengan policy rate yang berubah. Bila BI Rate naik, bank segera menaikkan suku bunga kreditnya. “Tetapi, kalau BI Rate turun, butuh waktu tiga sampai enam bulan bagi bank untuk menurunkan suku bunga kredit,” katanya.

Perbankan dinilai terlalu banyak mencari alasan untuk mempertahankan profit tinggi yang mereka raih. Keuntungan yang terlalu tinggi bisa dilihat dari spread antara suku bunga simpanan atau deposito dan suku bunga kredit saat ini yang masih sangat tinggi dan tertinggi di ASEAN.  ed: zaky al hamzah

(-)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar