JAKARTA. Berniat fokus di bisnis
pembiayaan sektor pertanian, sejak Mei lalu, Bank Agro menutup divisi
non-pertanian. Saat ini, sebanyak 33 kantor cabang Bank Agro di seluruh
Indonesia sepenuhnya melayani divisi pertanian.
Bank Agro membiayai petani sejak menanam padi,
memetik hasilnya, dan mengolahnya menjadi beras. "Jenis pembiayaan ini
adalah pembiayaan pada satu turunan, artinya hanya dirasakan oleh si
petani tersebut," kata Marshal, Direktur Utama Bank Agro.
Bank Agro optimistis, dua tahun ke depan akan
menjadi bank pertanian di Indonesia. Bank yang semester-I lalu
mencatatkan laba bersih Rp 11,94 miliar ini membidik 17 sektor
agribisnis, seperti pertanian, peternakan, kehutanan, dan perkebunan,
serta menggandeng Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di
bidang agribisnis.
Bank Agro fokus di bidang agribisnis dan menjalankan pola on farm. "Bisnis on farm kami fokus ke sektor hilir dengan membiayai white market, artinya membiayai para petani yang mengelola bahan baku menjadi bahan setengah jadi," terang Marshal.
Ia mengakui, modal dan infrastruktur Bank Agro belum kuat untuk menjalankan pola bisnis on farm ini. Untuk membangun kekuatan, Bank Agro mulai membenahi tresuri, mengefisienkan pasiva dan biaya overhead.
"Permasalahan Bank Agro selama ini terletak pada dana pihak ketiga,
karena 90% berasal dari deposito," terang Marshal. Akhir Desember
nanti, Bank Agro berniat memangkas bunga deposito yang saat ini 8,8%
menjadi 8,5%.
Bank Agro akan mengefisienkan biaya overhead, dengan
membersihkan kredit macet. Bank Agro juga akan menjual 32 ATM ke
induknya, Bank Rakyat Indonesia (BRI). "Kami mengupayakan dahulu untuk
me-link ATM Bank Agro ke ATM BRI," terang Marshal.
Direktur BRI, Ahmad Baequni mengatakan, saat
ini Bank Agro belum membutuhkan permodalan. Tapi, bukan berarti BRI
tidak akan menyuntikkan modal kepada Bank Agro. "Kami perlu melihat
ekspansi Bank Agro. Kalau pertumbuhan ROA bagus, kami mendukung ekspansi
mereka," terang Baequni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar