Rabu, 28 September 2011

PBI Devisa Ekspor Dorong Ekonomi

JAKARTA --  Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang devisa ekspor yang tengah digarap BI bakal membawa manfaat bagi ekonomi Indonesia. Menurut Direktur Risiko dan Kebijakan Monter BI Perry Warjiyo,  arus dana yang masuk ke dalam negeri bakal bertambah sehingga menyebabkan valas dan devisa menjadi stabil.

Selain itu, menurutnya, peraturan ini bakal membuat penyaluran kredit ke ekonomi nasional menjadi lebih besar. "Hal ini secara tidak langsung bakal menyebabkan bisnis perbankan menjadi berkembang lebih besar," kata Perry di Jakarta, Selasa (27/9).

Perry menyatakan, ke depan BI bakal bersinergi dengan sejumlah pihak untuk menerapkan aturan ini. Ia menuturkan, monitoring sangat penting untuk menjamin efektivitas. Sejauh ini BI sudah melakukan kerja sama dengan  Kemeneterian Keuangan dan Perpajakan sehingga transparansi bisa terlihat.

Menurut ekonomi A Tony Prasetiantono, sekarang merupakan momen yang tepat untuk bank sentral mengeluarkan PBI devisa ekspor. Ia menjamin hal ini bakal mampu menyerap dana hingga 13 miliar dolar AS. Meski demikian, ia menilai, BI tak perlu ambisius menjaring dana masuk ke Indonesia. "Kalau 10 miliar dolar AS saja sudah cukup bagus," katanya. 

Namun, Tony menegaskan, BI harus berhati-hati jangan sampai PBI ini menjadi bumerang dan menakut-nakuti para eksportir. Pasalnya, anggapan bank sentral melakukan capital control bisa saja muncul.

"Karenanya, regulasi disarankan dibuat tidak terlalu ketat," kata Tony. Sebagai tahap awal kebijakan ini, menurutnya, harus seefektif mungkin, yang memungkinkan hubungan saling menguntungkan seperti banyaknya devisa yang masuk, cadangan rupiah yang tinggi, dan ekonomi yang stabil.

Selain itu, kesiapan perbankan untuk masuk ke pasar regional Asia Tenggara juga harus diperhatikan. Pasalnya, bank di Tanah Air cenderung menguatkan bisnis dalam negeri dibanding luar negeri.  "Ini menjadi PR untuk meyakinkan bank di luar negeri," katanya. Ia menuturkan, bank harus memiliki daya saing dengan bank lainnya di luar negeri.

Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti mengakui terdapat sejumlah alasan mengapa eksportir kebanyakan enggan masuk ke Indonesia.

Selain masalah kemudahan, masalah kesulitan likuiditas yang kerap terjadi di perbankan dalam negeri menyebabkan rendahnya kepercayaan eksportir. "Fluktuasi mata uang juga memengaruhi," katanya.

Ketidakmampuan bank lokal untuk menjalin kerja sama dengan asing membuat eksportir tidak nyaman dan mudah meletakkan dana di dalam negeri. Destry mengatakan, PBI devisa ekspor memang bakal sangat bermanfaat bagi perbankan.

Namun, untuk bank pembangunan daerah (BPD), ia menilai, hal ini hanya akan memengaruhi beberapa BPD besar saja. BPD masih butuh waktu. Menurutnya, beberapa bank daerah masih punya pasar luas untuk mengembangkan pembiayaan lokal.

Anggota Komisi XI DPR Lily Chodidjah Wahid mengharapkan kebijakan Bank Indonesia yang mengharuskan devisa hasil ekspor disimpan di bank dalam negeri  bisa memperkokoh ekonomi di Tanah Air.

DPR mengharapkan peraturan Bank Indonesia (BI) ini akan memperkokoh kondisi perekonomian di Tanah Air, khususnya kondisi likuiditas valuta asing (valas) di dalam negeri. "Jadi, uang dalam bentuk devisa tidak lagi lari ke luar negeri," katanya, Senin (26/9).

Menurut politisi yang akrab disapa dengan sebutan Lily Wahid ini, mayoritas eksportir Indonesia selama ini menyimpan uang di Singapura. Padahal, eksporter tersebut mengekspor hasil kekayaan alam. Hal ini, menyebabkan ketidakadilan.

Menurut Lily, jika cadangan devisa tersebut masuk ke Tanah Air, maka dana itu bisa menggerakkan roda perekonomian yang ada. Pemerintah juga tidak lagi mengharapkan pinjaman dari negara lain.

Namun, dia pesimistis peraturan BI ini ditaati oleh para pengusaha mengingat banyaknya peraturan yang dilanggar.

Meski demikian, Komisi XI akan tetap mengawasi jalannya peraturan BI itu. antara ed: firkah fansuri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar