Selasa, 20 September 2011

DSN MUI: Modal Konvensional di Syariah Halal

JAKARTA - Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) mengaku, dana konvensional yang diberikan sebagai modal yang disetor kepada bank syariah merupakan sesuatu yang halal. Hal ini diutarakan Ketua DSN MUI, Ma'ruf Amin, Sabtu (17/9).

“Kita memang asumsikan modal itu halal,” katanya kepada Republika. Pasalnya, dana tersebut harus berasal dari modal asal bank dan harus berasal dari hasil bisnis perbankan yang nonbunga, seperti sektor jasa dan administrasi.

Lagipula, kata Ma'ruf, hal ini sudah ada aturannya di dalam Alquran. “Jadi, yang tidak boleh diambil yang mengandung ribanya, sedangkan pendapatan yang halalnya boleh,” jelasnya.

Hal senada diutarakan Guru Besar Ekonomi Syariah Trisakti, Sofyan Harahap. Menurutnya, modal yang selama ini disetor sejumlah bank induk, yang rata-rata bank konvensional, ke perbankan syariah sah-sah saja. “Dana itu dana fee based income bukan dari interest, jadi ini tidak perlu dipertanyakan,” katanya.

Lagipula, sebelum tahun 2004, bunga di perbankan masih diperbolehkan oleh MUI. Ia menuturkan saat itu jumlah bank syariah masih minim sehingga keadaan menjadi darurat digunakan.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mengaku bisa saja mengkaji permodalan bank syariah. Ini terutama ditujukan untuk perbankan syariah yang modalnya berasal dari induk bank konvensional. “Selama ini, kita belum membahas itu, hanya dilandasi niat baik pemilik modal saja,” ujar Deputi Gubernur BI, Halim Alamsyah, beberapa waktu lalu.

Meski belum ada kajian mendalam, ia mengaku usulan ini bisa saja dibahas lebih lanjut. Dari total 187 perbankan syariah, terdapat 11 bank umum syariah (BUS) yang rata-rata masih menggantungkan penambahan modal pada induk konvensional.

Bukan hanya BUS yang menjadi anak usaha bank badan usaha milik negara (BUMN), fenomena ini juga terjadi pada BUS milik swasta. Padahal, selain dari induk, bank syariah sebenarnya masih bisa mendapat modal dari sumber lain. Di antaranya, melalui sukuk dan sukuk subordinasi atau instrumen pembiayaan lainnya. ed: firkah fansuri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar