Jumat, 16 September 2011

5 Ribu Bankir Belum Bersertifikasi

JAKARTA - Sedikitnya lima ribu bankir belum memiliki sertifikasi. Untuk itu, Bank Indonesia (BI) serta asosiasi profesi dan industri perbankan sepakat memberikan tanggung jawab sertifikasi kepada Ikatan Bankir Indonesia (IBI). Sementara itu, Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR) yang selama ini menjadi lembaga yang khusus menangani perbankan diharapkan melebur di bawah IBI.

Ketua IBI, Zulkifli Zaini, menyatakan, sesuai hasil pertemuan antara IBI, Persatuan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas), BSMR, dan Gubernur BI pada 1 Juli 2011 diputuskan, penetapan standar kompetensi bagi pegawai bank umum merupakan tanggung bjawab dan kewenangan IBI. Sesuai dengan itu, Badan Nasional Sertifikat Profesi (BNSP) memberikan lisensi secara resmi kepada Lembaga Sertifikat Profesi Perbankan (LSPP) yang berada di bawah IBI. "Pascapemberian lisensi itu, penyelenggaraan sertifikasi manajemen risiko dan bidang-bidang lainnya akan dilakukan terhitung 1 Oktober  2011," ujarnya, Rabu (14/9).

LSPP dalam melaksanakan sertifikasi terhadap bankir nasional mengacu pada ketentuan yang dikeluarkan oleh BNSP. Selain itu, juga berdasarkan pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). "Sertifikasi juga harus mendapatkan persetujuan dan rekomendasi dari Bank Indonesia," katanya.

Tugas LSPP adalah meningkatkan kompetensi bankir melalui sertifikasi profesi dan pengembangan serta standar kompetensi sesuai dengan kebutuhan masyarakat. LSPP tidak hanya memberikan sertifikasi manajemen risiko, tapi juga untuk bidang kerja lainnya, seperti audit internal, tresuri, kredit, wealth management, general banking, funding, serta services, operasional, dan compliance.

Pemberian kewenangan untuk menetapkan standar kompetensi dan sertifikasi bankir kepada IBI dinilai tepat. "Peningkatan dan pengembangan kompetensi menjadi tanggung jawab profesi perbankan," ujar Ketua BNSP, Ajat Darajat.

Selain itu, terkait dengan krisis keuangan global yang melanda negara-negara maju, peningkatkan kompetensi bankir dinilai strategis sehingga perbankan nasional tidak terlalu defensif dan protektif dalam mengelola bisnis perbankan. Dengan adanya LSPP, para bankir nasional, khususnya yang duduk di jabatan komisaris dan direksi, tetap didorong untuk tumbuh di tengah kondisi apa pun. "Dengan cara mengelola risiko secara optimal, bukan menghindari risiko," ujarnya.

Sertifikasi ini, menurut Zulkifli, juga harus dilakukan untuk menyambut globalisasi, seperti Asean Economic Community. Globalisasi akan membuat tenaga kerja di sektor perbankan sangat terbuka.

"Tak lain dengan masuknya bankir dari luar Indonesia untuk bekerja di Indonesia. Bankir Indonesia harus siap untuk berkompetisi dengan bankir asing," paparnya.

Saat ini terdapat lebih dari lima ribu bankir yang belum mendapatkan sertifikasi. Untuk mendapatkan sertifikat, bankir diwajibkan untuk membayar sejumlah biaya administrasi yang berkisar Rp 1-2 juta. “Kami yakin bisa menyelesaikan ini kurang dari satu tahun.”

Selama ini, masalah sertifikasi bankir menjadi polemik tersendiri di industri per bankan. Asosiasi perbankan menghendaki sertifikasi di bawah asosiasi dengan pandangan bahwa asosiasi lebih mengetahui kebutuhan bank.

Namun, hingga kini, wewenang sertifikasi berada di bawah BSMR. Lembaga ini didirikan untuk meningkatkan kualitas bankir pascakrisis 1997. ed: nidia zuraya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar