Minggu, 31 Juli 2011

Pemerintah Layak Beli Saham Divestasi PT NNT


Oleh: Makmun Syadullah
Peneliti Utama Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan
Tulisan ini adalah pendapat pribadi
Sumber: Media Keuangan Edisi Juli 2011

Polemik pembelian tujuh persen saham divestasi PT Newmont Nusa
Tenggara (PT NNT) masih terus berlangsung. Disatu sisi Menteri
Keuangan tetap pada pendiriannya untuk membeli sisa saham
divestasi, sedangkan di sisi lain Komisi XI DPR bersikukuh bahwa
untuk membeli saham divestasi tersebut harus mendapatkan
persetujuannya. Permasalahannya adalah siapakah sebaiknya
yang membeli sisa saham divestasi apakah Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat (Pemda NTB)

Menghadapi polemik di atas, sebaiknya DPR bijaksana dalam menyikapinya. DPR sebagai wakil rakyat tidak sepantasnya membela klompok-kelompok tertentu, akan tetapi akan lebih bijak apabila mempertimbangkan kepentingan nasional. Perlu disampaikan bahwa sebelumnya Pemerintah Pusat telah memberikan kesempatan kepada Pemda NTB untuk membeli saham divestasi PT NNT sebesar 24%. Namun fakta menunjukkan bahwa hak pembelian saham tersebut diserahkan kepada pihak swasta, yang selanjutnya saham tersebut dijadikan agunan kepada pihak asing untuk pembiayaan pembeliannya.
Terdapat dugaan bahwa divestasi saham tahun 2006–2009 sebesar 24% terindikasi terjadi kerugian negara hingga mencapai Rp356,8 miliar. Divestasi saham 24% hingga saat ini masih menuai polemic dalam masyarakat NTB, bahkan beberapa anggota DPRD Sumbawa dan DPRD Sumbawa Barat mengadukan persoalan divestasi ini melalui gugatan class action melalui Pengadilan Negeri Sumbawa Besar. Selain itu tuntutan pertangungjawaban kepada Gubernur NTB, Bupati Sumbawa Barat dan Bupati Sumbawa atas dividen yang seharusnya diterima oleh daerah juga semakin menguat.
Persaingan yang kuat untuk mendapatkan mitra divestasi terjadi antara Bupati Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) dengan Gubernur NTB, berakhir dengan disepakatinya titik temu kepentingan tiga daerah ini dengan membentuk PT Daerah Maju Bersaing (PT DMB).
Selanjutnya PT DMB bersepakat menggandeng PT Multicapital (PT MC) dengan kesepakatan daerah akan memperoleh saham “Golden Share” yang pengertiannya daerah tidak akan dibebani cicilan atau hutang apapun atas saham tersebut. Sebelum bersepakat dengan PT Multicapital, diduga terdapat kolusi dalam merebut saham divestasi dengan melibatkan PT Bumi Resource.
Pasca putusan majelis arbitrase UNCITRAL tanggal 31 Maret 2009 dalam perkara antara Pemerintah Indonesia melawan PT NNT, PT DMB dengan PT MC menandatangani Nota Kesepakatan tentang kerjasama pembelian saham divestasi PT NNT. Dalam perjanjian
bernomor 002/DMB/VII/2009 dan 005/MC/7/2009 tanggal 11 Juli 2009 diatur tentang komposisi saham yang dimiliki oleh PT MC sebanyak 75% dan 25% untuk daerah. Nota kesepakatan ini berlaku sejak 11 Juli 2009 hingga 25 Juli 2009. Namun anehnya meskipun secara tegas pengaturan komposisi saham 75:25, dividen yang diterima oleh daerah tidak lebih dari US$4 juta. Padahal Sampai dengan akhir Desember 2011, PT MC telah menerima sedikitnya US$172,8 juta.
Persoalan dividen inilah yang sampai saat ini belum bisa dipertanggungjawabkan oleh Gubernur NTB, Bupati Sumbawa dan Bupati Kabupaten Sumbawa Barat (KSB). Sesuai dengan kesepakatan tiga kepala daerah, dengan komposisi dividen yang akan diterima oleh Pemda NTB sebesar 40%, Pemda KSB 40% dan Pemda Sumbawa 20% dari total 25 dividen yang dibagikan PT MC. Hingga Januari 2011, Pemda NTB dan KSB baru menerima dividen sebesar Rp12,8 miliar dan Pemda Sumbawa sebesar Rp6,4 miliar atau sekitar US$4 juta sebelum dipotong pajak.
Faktor lain yang menjadi pertimbangan agar sebaiknya saham divestasi PT NNT yang tersisa tidak diberikan adalah kondisi keuangan Pemda NTB, Pemda Sumbawa Barat dan Pemda Sumbawa. Ketiga Pemda ini kondisi keuangannya tidak memungkinkan untuk mengambil
alih saham divestasi, karena lebih dari 50% pendapatan Pemda masih menggantungkan sumber keuangannya dari Pemerintah Pusat. Kondisi keuangan Pemda ini tentunya berpotensi pembelian
saham divestasi akan dialihkan kembali ke pihak swasta.
Sejalan dengan prinsip-prinsip tersebut di atas, keputusan Pemerintah untuk membeli saham divestasi PT NNT melalui PIP jauh lebih banyak manfaatnya daripada mudharatnya, karena dilakukan semata-mata demi kepentingan nasional dan kemanfaatan dengan tujuan untuk dapat dinikmati oleh bangsa dan negara. Investasi pemerintah pusat pada PT NNT diharapkan dapat mengoptimalkan penerimaan Negara dari dividen, pajak dan royalti.
Di sisi lain, Pemerintah memiliki PIP yang berfungsi sebagai Sovereign Wealth Fund. PIP merupakan representasi Pemerintah Pusat yang struktur organisasinya berada di bawah Kementerian Keuangan. Sebagai agent of development, PIP mempunyai tugas dan anggungjawab atas pelaksanaan investasi Pemerintah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Dengan demikian, PIP merupakan lembaga yang paling tepat untuk melakukan pembelian saham divestasi tersebut.
Keikutsertaan Pemerintah dalam pengelolaan PT NNT akan lebih memastikan pemasukan negara melalui pembayaran royalti atas tembaga sesuai dengan PP Nomor 45 Tahun 2003. Setiap tahunnya PT NNT membayar pajak dan royalti langsung kepada pemerintah Indonesia. Sementara itu bagi Pemda NTB tidak akan dirugikan, karena sebagian besar royalti (80%) akan dikembalikan oleh Pemerintah Pusat.
Pembelian saham divestasi PT NNT oleh Pemerintah Pusat tidak akan mengganggu alokasi anggaran Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat. Pemerintah Pusat telah memiliki dana pembelian 7% saham divestasi tanpa mengorbankan alokasi anggaran yang ada dan tidak bergantung pada pihak lain. Hal tersebut mengingat PIP merupakan representasi Pemerintah Pusat dan struktur organisasi PIP di bawah langsung Kementerian Keuangan. Sekiranya DPR berpikir makro yakni mempertimbangkan kepentingan nasional, maka tidak perlu mempersulit niat baik pemerintah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar