Selasa, 05 Juli 2011

Cara China Menjamin Pertumbuhan Ekonomi

Fobia “melati” menyebabkan para pemimpin China semakin memperluas cakupan kebijakan represif hingga ke dunia seni.
Penahanan seniman Ai Weiwei menuai kritik internasional yang keras sejak pemberangusan gerakan aktivis serupa aksi unjuk rasa di Mesir, yaitu “Revolusi Melati”. Tindakan represif China yang kian membabi-buta menunjukkan betapa pemimpin negeri ini semakin kreatif.

Pemerintah China memeriksa Ai karena diduga melakukan “kejahatan ekonomi”. Apa yang janggal adalah Ai bukan tokoh antipemerintah China. Dia adalah seniman yang ikut berperan dalam pembangunan salah satu stadion paling megah di Beijing untuk perhelatan Olimpiade Beijing. Pandangan pemerintah bahwa Ai adalah ancaman menjadi pesan mengerikan, yaitu jika China khawatir dengan stabilitasnya, mungkin kita juga seharusnya ikut khawatir.

Perekonomian China adalah senjata kuat. China sudah melampaui Jepang sehingga menjadi negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Meskipun laju inflasinya tinggi, tetapi tidak sampai menyebabkan kehancuran. Tindakan represif yang meluas terhadap penentang mengindikasikan bahwa di balik kekuatannya dan cadangan valuta asing sebesar US$ 2,8 triliun, kondisi di China sebenarnya cukup bergejolak dibanding yang terlihat. Dari situ terlihat kerapuhan dan kegelisahan, bukan percaya diri.

Investor kini punya banyak alasan untuk mempertanyakan mengenai data-data yang menunjukkan tingkat pertumbuhan ekonomi China yang mencapai 10% selama bertahun-tahun. Investor juga perlu berhati-hati terhadap risiko yang lebih besar. Otoritas China dapat menciptakan pergolakan populer jika menekan masyarakat terlalu keras dan memprovokasi perlawanan yang selama ini mereka coba cegah.

Masih segar diingatan bagaimana reaksi dunia ketika Liu Xiaobo, seorang pembangkang yang dipenjara, dianugerai Hadiah Nobel Perdamaian. Penahanan terhadap Liu mendapat lebih banyak perhatian dibanding hadiahnya. Sementara itu, Pemerintah China berkampanya ke berbagai negara, mulai dari Filipina hingga Arab Saudi, untuk memboikot upacara penyerahan Hadiah Nobel di Oslo.

Penahanan adalah taktik intimidasi yang efektif. Menahan pihak penentang papan atas akan membuat aktivis lain berpikir dua kali untuk beraksi. Strategi semacam itu sama seperti yang dilakukan pemerintah pada Revolusi Budaya. Cepat atau lambat, pihak berwenang akan bertindak terlalu jauh dan akan terjadi reaksi keras.

Kita berpikir pejabat China sudah cukup represif. Pemerintah memastikan pertumbuhan ekonomi yang cepat untuk menciptakan lapangan kerja dan menjaga stabilitas sosial sebagai prioritas. Untuk itu, pemerintah harus meredam laju inflasi yang menekan standar hidup ratusan juta rakyat. Di luar semua itu, China harus mengurangi polusi dan memperkuat perekonomian di samping bergantung pada sektor manufaktur untuk tujuan ekspor.

Transisi Menantang
Gelimang ekonomi China saat ini ditopang oleh ekspor. China harus membangun pasar domestik yang dinamis dan mendukung wirausahawan yang menciptakan perusahaan-perusahaan pribumi. Hal ini perlu disusul oleh kebebasan berbicara, transparansi yang lebih besar, penegakan hukum, dan mengakhiri praktik nepotisme. Ini adalah transisi yang menantang, dan pemimpin China tampaknya perlu berpikir untuk memberi ruang bagi kelompok oposisi.

Realitasnya, situasi sebaliknya bisa juga benar. Kini adalah saatnya bagi China untuk menyadari fakta bahwa perekonomiannya ditakdirkan menjadi kekuatan dominan di dunia. Sudah saatnya bagi China untuk memikul tanggung jawab yang menyertainya.

Penahanan Ai menunjukkan bahwa tidak ada transisi yang bakal dilakukan pemerintah. Kesalahannya hanya di halaman Twitter-nya yang menuliskan dukungan bagi demokrasi dan kritik terhadap kekuasaan Partai Komunis. Laman Twitter diblokir oleh pemerintah dan tidak bisa diakses oleh sebagian besar pengguna Internet. Ai hanya memiliki 75 ribu follower.

Detail penahanan tidak banyak diungkap sejak laporan bahwa Air ditahan di Beijing pada 3 April ketika dia akan naik pesawat menuju Hong Kong. Hanya waktu yang akan menjelaskan akankah penahanan Ai akan memicu perlawanan massal. China jelas tidak akan memberi peluang apa pun setelah terjadi people power di Mesir hingga Bahrain dan Libya.

Dunia Berbeda
Apa yang tidak disadari China adalah dunia pada April 2011 sudah jauh berbeda dibanding dunia pada satu tahun sebelumnya. Sejak saat itu, masyarakat Mesir memaksa Hosni Mubarak mundur dari jabatannya, masyarakat Libya berperang melawan Muammar Qaddafi, dan aktivis China mendorong aksi secara nasional. Meskipin China bisa menahan Ai, aktivis lain dapat menggantikannya.

Jika Ai adalah seorang penjahat ekonomi, apa pun itu, mari kita dengar apa alasannya. Mari kita lihat bukti-buktinya. Jika tidak pemimpin China harus mengabaikan Ai dan pendapat internasional serta fokus pada apa yang diharapkan 1,3 miliar penduduknya, yaitu kemajuan. Artinya, mempersempit jurang pemisah antara si miskin dan si kaya  dan memastikan perekonomiannya berkembang sehat dan berkelanjutan.

Menahan orang-orang kritis seperti Ai mungkin nampak tidak berpengaruh untuk saat ini, namun hal ini adalah sebuah pengalih perhatian dari gambaran besarnya. Dan jika China merasa harus membungkam Ai, China mungkin mempertimbangkan akan melakukannya dengan lebih indah ke depan.

William Pesek
Bloomberg News

Tidak ada komentar:

Posting Komentar