Jumat, 31 Desember 2010

Implikasi Kebijakan Perbankan yang Baru

PERSIS seperti sering disampaikan petinggi Bank Indonesia (BI) dalam berbagai kesempatan bahwa di pengujung tahun 2010 bank sentral akan memublikasikan beberapa kebijakan baru terkait dengan sektor perbankan,janji itu dipenuhi belum lama ini.

Dewan Gubernur BI menyampaikan 23 kebijakan baru di sektor perbankan. Kebijakan dimaksud ditempuh setelah mencermati kinerja perekonomian selama tahun 2010 serta prospek dan tantangan perekonomian pada tahun 2011 dan 2012 mendatang. Di sepanjang 2010, kondisi perekonomian Indonesia terus membaik disertai dengan terjaganya kestabilan makro dan sistem keuangan.Pertumbuhan ekonomi 2010 diperkirakan mencapai 6,0%, ditopang oleh sektor konsumsi dan investasi.Ke depan, BI optimistis perekonomian dapat tumbuh di atas 6,0% dengan kisaran 6,0–6,5% pada tahun 2011 dan 6,1–6,6% pada 2012.

Inflasi diperkirakan mencapai 6,5% atau sedikit di atas sasaran 5%±1%, yang disebabkan oleh gangguan sisi pasokan bahan pangan terkait faktor cuaca.Sementara, inflasi inti masih relatif terkendali di kisaran 5%. Nilai tukar rupiah bergerak stabil dan cenderung menguat, di kisaran Rp9.000 per dolar AS, didorong oleh besarnya arus masuk modal asing, besarnya imbal hasil (yield) dan positifnya persepsi risiko Indonesia. Meningkatnya kegiatan ekonomi selama 2010 juga ditopang oleh kinerja sektor perbankan, yang terlihat dari meningkatnya fungsi intermediasi dan terjaganya stabilitas sistem keuangan. Ekspansi kredit selama 2010 diperkirakan mencapai 22%. Terdapat lima besaran kebijakan di level makroprudensial.Pertama, kebijakan penguatan stabilitas moneter.

Di sini BI mengarahkan suku bunga acuan atau BIRate yang konsisten dengan tingkat inflasi yakni 5%+/-1% dan 4,5%±1% pada tahun 2011 dan 2012. Jadi, secara gamblang BI mengarahkan kebijakan BI Rate tetap konsisten terhadap pencapaian sasaran inflasi yang telah ditetapkan. Langkah ini akan memudahkan perbankan dan dunia usaha dalam menyusun perencanaan bisnis baik tahunan, semesteran, kuartalan, maupun bulanan. Pasalnya, proyeksi BI Rate menjadi lebih predictableketimbang sebelumnya. Kedua,kebijakan untuk mendorong peran intermediasi perbankan yang ditujukan untuk mendorong perbankan lebih efisien dan transparan serta membuka financial inclusion.

Yaitu,penerapan standar operasi administrasi sekuritisasi KPR,pemberlakuan kebijakan pengumuman suku bunga dasar kredit (SBD) atau prime lending rate(PLR) ke masyarakat, penetapan ATMR bank umum yang lebih rendah untuk UMKM dan retail, serta pengaturan,perizinandanpengawasan biro kredit swasta (BKS).Optimalisasi dalam mendorong intermediasi dielaborasi dalam dua program inisiatif meliputi program BPD Regional Champion dan perluasan akses financial inclusion. Ketiga, kebijakan meningkatkan ketahanan perbankan, dalam rangka menghadapi persaingan yang mengacu pada tata kelola yang baik. Di dalamnya mencakup kebijakan penyempurnaan aturan uji kelayakan dan kepatutan bankir, peningkatan fungsi kepatuhan bank umum,dan perhitungan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) dengan pendekatan standar 4.

Juga diatur soal penerapan manajemen risiko pada bank yang melakukan aktivitas kerja sama dengan perusahaan asuransi. Diatur juga penyempurnaan batas maksimum pembiayaan dana BPR, usaha bank umum menjadi BPR, dan mendorong terwujudnya BPR berdaya saing tinggi. Dengan keterbukaan ekonomi dan interkonektivitas antarlembaga keuangan perbankan baik secara n a s i o n a l maupun internasional, dibutuhkan perangkat kebijakan yang komprehensif guna menjaga daya tahan perbankan nasional dari berbagai kemungkinan krisis yang datang tiba-tiba. Stabilitas sistem keuangan (SSK) akan sangat bergantung kepada tingkat kepatuhan pengelola industri keuangan dan kualitas sistem manajemen risikonya didukung oleh tingkat ketaatan dalam menjalankan prinsip tata kelola yang baik.

Belajar dari krisis 1997- 1998 dan 2008, tingkat kepatuhan terhadap seluruh rambu-rambu yang ada mustinya menjadi lebih baik karena ada proses pembelajaran dari pengalaman sebelumnya. Keempat,penguatan kebijakan makroprudensial, yang ditujukan untuk lebih memperkuat stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan. Yaitu, penyempurnaan ketentuan penggunaan informasi rencana bisnis bank, menaikkan rasio giro wajib minimum (GWM) valas,dan mengembalikan fasilitas pendanaan jangka pendek ke kondisi normal. Kelima, peningkatan fungsi pengawasan yang efektif, khususnya early warning system dan macroprudential supervision.

Di dalamnya mencakup penyempurnaan sistem pengawasan bank berdasarkan risiko, penetapan status dan tindak lanjut pengawasan bank dan penyempurnaan penilaian tingkat kesehatan bank berdasarkan risiko. Jelas sekali bahwa bank sentral berkeinginan setiap pelaku perbankan memiliki risk awareness yang tinggi sehingga mampu terbentuk risk culture di setiap bank. Ini akan menjadi modal berharga bagi terbentuknya risk attitude yang kuat di kalangan komunitas perbankan. Dengan senantiasa concern atas setiap risiko, maka setiap potensi krisis akan dapat dihindarkan karena mitigasinya berjalan efektif dan tepat sasaran.

Bagi perbankan, keluarnya 23 beleid baru dari BI hendaknya menjadi acuan dalam pelaksanaan operasional perbankan. Dengan adanya kebijakan-kebijakan baru tersebut, perbankan diharapkan dapat mematuhinya dengan sungguh- sungguh sehingga maksud dan tujuan BI dapat dicapai. Tak tertutup kemungkinannya kebijakan itu menimbulkan problem di lapangan, karena dinilai “tidak masuk akal” semisal keharusan bank mengumumkan SBDK atau PLR. Namun, karena beleid sudah ditetapkan, mau tak mau perbankan harus menjalankannya dengan patuh dan taat.Tentu ada maksud dan tujuan yang baik di balik kebijakan yang terkesan “tidak populer”itu.

Harus dipahami bahwa tingkat kepatuhan bank dalam menjalankan regulasi perbankan akan menjadi perhatian otoritas perbankan dan dikaitkan dengan uji kecakapan dan kepatutan para bankirnya. Ketidakpatuhan menjadi indikator utama bahwa seorang bankir tidak proper dalam menjalankan operasi bank,kendati boleh jadi ia cakap (fit) dari sisi kompetensi.(*)

Ryan Kiryanto
Analis Ekonomi dan Keuangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar