Rabu, 29 Desember 2010

Deflasi Jepang Tetap, Output Meningkat

TOKYO(SINDO) – Indeks harga konsumen Jepang November lalu kembali tergelincir.Kondisi ini mempertegas gejala deflasi yang terus bertahan di tengah tersendatnya upaya pemulihan ekonomi Negeri Sakura.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan Jepang, indeks harga konsumen bulan lalu melemah 0,5% dibanding periode yang sama tahun lalu. Ini merupakan penurunan ke-21 kali berturut-turut dalam jangka waktu hampir dua tahun sejak krisis global. Data November juga lebih rendah dibanding prediksi analis yang memperkirakan penurunan 0,6%.
Tapi secercah harapan muncul seiring adanya pengumuman kenaikan output produksi Jepang sebesar 1% pada November dibanding bulan sebelumnya. Penurunan indeks harga konsumen dianggap sebagai salah satu faktor penghambat pemulihan karena berkaitan dengan kemampuan belanja rumah tangga.Angkaangka yang berdampak negatif terhadap sektor konsumsi itu pula yang membuat Jepang kini masih tertatih-tatih di masa pemulihan.
Apalagi pemerintah Tokyo pekan lalu menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di negara dengan perekonomian terbesar di Asia itu bakal melambat menjadi 1,5% pada 2011, turun dibanding tahun ini 3,1%. Menteri Keuangan Jepang Yoshihiko Noda menjelaskan, faktor lain penyebab belum beranjaknya perekonomian adalah kuatnya nilai tukar yen yang masih berada di level 82,67% per dolar AS. Kementrian tidak segan-segan akan turun tangan dengan melakukan intervensi jika pasar uang terkena volatilitas berlebihan.
“Penurunan harga yang tak henti-hentinya membuat perusahaan dan upah kerja terkena dampak buruk dari ini semua,”ujar Kepala Ekonom HSBC Securities Seiji Shiraishi. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa Jepang akan sulit mengalahkan deflasi negaranya sendiri, sehingga mendorong faktorfaktor sosial seperti menyusutnya populasi. “Deflasi akan menjadi mudah jika kondisi ekonomi global kuat dan membantu permintaan eksternal Jepang yang juga bisa mendorong peningkatan ekspor Jepang dan akhirnya memicu kembali permintaan domestik,” kata Seiji.
Pemerintah Jepang sebelumnya telah mengakui bahwa peperangan melawan deflasi sangat sulit. Meski pemerintah memperkirakan penurunan indeks harga konsumen akan berhenti pada pertengahan 2011, bukan berarti bisa mengatasi kesulitan ekonomi secara keseluruhan. Sementara itu, naiknya output produksi Jepang lebih disebabkan oleh membaiknya sektor automotif sehingga memacu peningkatan produksi kendaraan.
Selain itu, indeks November juga terbantu program insentif pemerintah yang baru saja berakhir yaitu pembelian kendaraan “ramah lingkungan” seperti Prius Hybrid dari Toyota. “Produksi elektronik, telepon seluler,dan permesinan juga membantu mengangkat output secara keseluruhan dan banyak juga dukungan dari berbagai program bantuan publik,”tulis Departemen Perindustrian Jepang.
Di antara langkah-langkah stimulus pemerintah yang cukup mendapat perhatian konsumen adalah subsidi pembelian peralatan ramah lingkungan seperti televisi layar datar. Kementerian Perindustrian Jepang memperkirakan produksi pabrik akan terus meningkat sekitar 3,4% pada bulan ini dan 3,7% pada Januari mendatang. Output industri bakal disokong produkproduk baja dan suku cadang seiring kenaikan produksi kendaraan yang menjadi salah satu andalan ekspor Jepang.
“Perkiraan kementerian tampak terlalu kuat,tapi ini bermakna positif untuk ke depan,” lanjut Seiji. Ekonom Daiwa Institute of Research, Satoru Osanai, menambahkan bahwa ramalan industri tampak agak optimistis, meski mungkin baru akan tercapai jika ekonomi di luar negeri meningkat secara signifikan. Walau begitu Osanai memperingatkan efek pudarnya program stimulus di China sebagai mitra dagang Jepang menimbulkan kekhawatiran akan ekspor Jepang.
Pada bagian lain, Pemerintah Jepang juga menyatakan tingkat pengangguran Jepang tetap berada di level 5,1% pada November lalu.“Tingkat penyerapan tenaga kerja dan jumlah yang kehilangan pekerjaan secara gradual masih berat,” ujar pejabat Menteri Tenaga Kerja Jepang Ritsuo Hosokawa. (AFP/rini harumi w)  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar