BEIJING (SINDO) – China bersiapsiap menghadapi industrialisasi minerallangka( rare earth) denganmembentuk asosiasi untuk mengatur penggunaan sumber daya alam itu. Organisasi itu nantinya akan memimpin negosiasi termasuk penentuan harga dengan pembeli asing.
Asosiasi Industri Mineral Langka China (CREIA) yang diperkirakan resmi diluncurkan pada Mei mendatang itu beranggotakan 93 perusahaan. Kelompok bisnis tersebut akan dipimpin oleh mantan pejabat kementerian industri dan teknologi informasi Wang Caifeng. Dia juga dikenal sebagai salah satu tokoh yang turut mengawasi industri rare earth dan memiliki hubungan langsung dengan kementerian industri.
“Asosiasi harus mencerminkan seruan China dan perusahaan akan mengambil tugas-tugas tertentu di bidang-bidang seperti eksporrare earth dan pertukaran asing,” kata Wang di Beijing kemarin. Dia menambahkan, kelompok bisnis tersebut juga akan berada di garis depan dan dalam kerja sama dengan pemerintah untuk melayani perusahaan atau pembeli asing.
China saat ini memproduksi lebih dari 95% rare earth di dunia.Mineral tersebut sangat penting untuk barang-barang manufaktur berteknologi tinggi yang membutuhkan mineral dengan kandungan dysprosium, necdymium, terbium, samarium dan praseodymium. Kandungan mineral langka tersebut biasanya digunakan pada layar monitor, baterai kendaraan hibrida, serat optik hingga komponen turbin angin.
Di bagian lain,Kementerian Perdagangan China kemarin mengumumkan kuota ekspor rare earth China tahun depan akan mencapai 14.450 ton sehingga pemerintah meminta perusahaan mempersiapkan produksi untuk memenuhinya. Wang menjamin,kuota setahun penuh untuk 2011 tidak akan berkurang dibandingkan dengan tahun ini dan masih akan “cukup untuk memenuhi permintaan domestik dan internasional”.
Tahun ini, produksi rare earth China mencapai 30.300 ton, turun 39% dari tahun sebelumnya. Wang memperingatkan,produsen rare earth China kini menghadapi persaingan dengan perusahaan- perusahaan yang agencar mencari pasokan dari negara lain, termasukMongolia,Vietnamdan AS sebagai respons ketatnya kontrol China. (AFP/yanto kusdiantono)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar