Jumat, 27 Agustus 2010

Pertamina Jadi Contoh BUMN Antigratifikasi

JAKARTA--MI: Pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG) menjadi syarat mutlak kemajuan sebuah perusahaan. Tidak hanya itu, pencegahan dari budaya korupsi, kolusi, nepotisme dan kebiasaan menerima dan memberi hadiah harus segera dihilangkan dari operasional perusahaan.

"Sejak program transformasi dicanangkan oleh Pertamina pada tahun 2006 lalu, Pertamina secara serius berupaya menegakkan dan mengedepankan prinsip GCG di dalam aspek bisnisnya. Hal ini semata-mata kami lakukan untuk menjadikan Pertamina sebagai zona bebas korupsi (free corruption zone)," ujar Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan usai penandatanganan Komitmen Penerapan Program Pengendalian Gratifikasi bersama dengan Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Kamis (26/8).

Menurutnya, keseriusan Pertamina dalam memerangi korupsi mendapat KPK dengan enempatkan Pertamina sebagai satu dari lima belas perusahaan dan institusi nasional yang meraih score index integritas tertinggi.

"Tahun ini kami canangkan dimulainya tahun anti korupsi, anti gratifikasi dan anti konflik kepentingan, seiring dengan berjalannya program Pertamina clean," tutur Karen.

Ia meyakini upaya ini merupakan bagian dari pencegahan terhadap praktek penyelewengan.

"Kami mencoba dari diri sendiri dan lingkungan kerja. Kalau sulit mengajak orang lain, mulailah dari diri sendiri," ujarnya.

Sejak awal Agustus lalu, BUMN migas ini mencatat penerimaan gratifikasi yang dilaporkan pihak pekerja mencapa jumlah 288 kasus.

"Pemerimaaan hadiah dan cinderamata dari Agustus 2009 mencapai total 288 kasus dengan 234 diantaranya berbentuk barang, 31 berupa uang dan 13 berbentuk barang hiburan. Total nilainya sekitar Rp301.404.700," ujar Vice President Corporate Communications Pertamina, Mochamad Harun.

Selain itu, hasil penyidikan internal Pertamina menunjukkan sejak awal tahun terdapat 865 kontak yang dicurigai menunjukkan adanya praktek korupsi.

"Dari jumlah tersebut dengan melewati berbagai tahapan verifikasi terdapat 13 kasus dengan hasil 7 terbukti dan 6 tidak terbukti," ujar Harun.

Dalam pandangan Wakil Ketua KPK Haryono Umar, komitmen pencegahan internal ini sangat diperlukan karena Indonesia masih sangat rawan terhadap praktek korupsi.

"Indonesia terpuruk diurutan 111 dari 180 negara yang rawan terhadap tindak pidana korupsi Ini merupakan hastil dari survey yang dilakukan transparency international (TI). Demikian halnya dengan indeks perserpdi korupsi Indonesia yang asih berada di tingkat 2,8 dari skala 0-10," ujar Haryono.

Ia menyayangkan masih rendahnya kesadaran pejabat BUMN dalam melaporkan gratifikasi atau hadiah yang diterimanya.

Dalam catatan Haryono, pada 2004 hanya ada satu orang yang melaporkan gratifikasi nya ke KPK. 2005 sebanyak sepuluh orang, 2006 delapan orang, 2007 limabelas orang, 2008 delapan orang, 2009 empatbelas orang, dan 2010 baru ada enam orang.

"Kebanyakan yang melaporkan gratifikasi itu terkait penyelenggaraan pernikahan anaknya. Bisa dibayangkan dari ratusan BUMN yang ada hanya ada sedikit laporan yang masuk," kata Haryono.

Karena itulah, KPK meminta Menteri BUMN untuk bisa melakukan pengawasan yang ketat terhadap pejabat-pejabat di perusahaan yang dibinanya.

Sementara Menteri BUMN Mustafa Abubakar mengaku tidak mudah melakukan pengawasan terhadap 141 BUMN dengan jumlah karyawan mendekati 1 juta orang.

"Perlu waktu untuk menerapkan good corporate government (GCG) di seluruh BUMN. Tetapi secara keseluruhan sudah 86,7% dari 5.400 pejabat BUMN yang meneyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) ke KPK," kata Mustafa.

Untuk kurang dari 13% sisa pejabat yang belum melaporkan kekayaannya, Mustafa mempersilahkan KPK untuk mengirimkan surat agar mereka segera mengisi LHKPN nya di kantor KPK.

"Kalau tidak memenuhi panggila

Tidak ada komentar:

Posting Komentar