Tahun depan pemerintah melalui RAPBN 2011 memfokuskan pembangunannya terhadap empat isu pokok yakni ketahanan pangan dan energi, tarif dasar listrik, infrastruktur, dan hubungan antara pemerintah pusat dan daerah.
Keempatnya itu merupakan isu strategis (sekaligus masalah lama) yang memang memerlukan penanganan secara penuh dan segera. RAPBN 2011 memiliki kekuatan sebesar Rp1.202 triliun, naik tidak terlalu banyak ketimbang APBN-P 2010 yang sebesar Rp1.126 triliun. Defisit RAPBN 2011 dirancang sebesar Rp115,7 triliun (1,7% PDB).
Persentase defisit ini sedikit lebih kecil daripada APBN-P 2010 yang sebesar 2,1%. Pemerintah menganggarkan belanja modal Rp121,7 triliun, dan khusus untuk belanja infrastruktur melalui Kementerian Pekerjaan Umum (PU) mendapat alokasi dana paling besar yaitu Rp56,5 triliun. Jumlah ini relatif banyak sehingga tahun depan diharapkan terdapat perubahan yang signifikan dari sisi perbaikan infrastruktur.
Prioritas Pembangunan Infrastruktur
Secara umum terdapat enam pos pembangunan (dan rehabilitasi) infrastruktur penting pada 2011. Pos pembangunan tersebut adalah: pembangunan jaringan rel kereta api (85,06 km),pembangunan fly over dan underpass (sepanjang 4.551 m), pengembangan dan rehabilitasi bandara dan pembangunan 14 bandara baru,peningkatan hunian yang layak di 1.500 desa, pembangunan transmisi sepanjang 1.558 km dan gardu induk sebesar 1.280 MVA, dan melanjutkan pembangunan delapan waduk (menyelesaikan 34 embung/situ dan rehabilitasi 2 waduk).
Prioritas pembangunan infrastruktur pada enam pos di atas sebetulnya relatif sesuai persoalan infrastruktur yang ada. Sungguh pun begitu, prioritas pembangunan infrastruktur tersebut masih dapat didesain ulang dengan mempertimbangkan prioritas atas empat isu yang telah dicanangkan pemerintah maupun direlasikan dengan problem pembangunan ekonomi secara keseluruhan.
Jika dikaitkan dengan empat isu yang hendak ditangani pemerintah tahun depan,pembangunan infrastruktur tentu harus fokus mendukung upaya keberlanjutan ketahanan pangan (dan energi) dan pasokan listrik. Jika ketahanan pangan hendak didorong secara lebih kuat, infrastruktur yang harus disediakan adalah jalan (dan jembatan) di pedesaan,jalan lintas provinsi (khususnya di luar Jawa), dan irigasi. Komitmen terhadap pembangunan jalan (pedesaan) dan irigasi ini masih belum secara kuat termaktub dalam RAPBN 2011.
Berikutnya, infrastruktur yang mesti diprioritaskan bagi upaya ketahanan energi adalah fasilitas jalan untuk pengembangan eksplorasi (minyak dan gas), khususnya di wilayah yang terpencil. Akses transportasi yang sulit selama ini menjadi keluhan utama dari para investor untuk melakukan investasi energi. Sementara itu,pasokan listrik harus ditambah dengan cepat agar rasio elektrifikasi mencapai 80% (sekarang masih 55%).
Prioritas pembangunan infrastruktur juga dapat didekati dengan problem sektoral di Indonesia. Sektor pertanian dan industri merupakan dua sektor ekonomi yang dalam beberapa tahun terakhir mengalami perlambatan sehingga kontribusinya terhadap PDB cenderung turun. Padahal, dua sektor itu memiliki sumbangan terhadap penyerapan tenaga kerja yang sangat besar.
Kebetulan pula, dua sektor itu memiliki elastisitas penyerapan tenaga kerja yang juga paling besar sehingga cocok dipakai mengatasi persoalan pengangguran. Pemerintah sampai 2014 telah berkomitmen menciptakan lapangan kerja baru sebanyak 10,7 juta.Target ini tentu akan sulit direalisasikan apabila sektor pertanian dan industri tidak berkembang. Karena itu, infrastruktur di sektor pertanian (seperti yang telah diungkapkan di muka) dan industri mesti diprioritaskan. Infrastruktur untuk mendukung sektor industri antara lain adalah ketersediaan listrik, jalan (luar Jawa),dan pelabuhan.
Menata Kelembagaan
Pendekatan mana pun yang dipilih untuk menentukan prioritas pembangunan infrastruktur sebetulnya tidak masalah, tapi yang penting dipertimbangkan adalah menyusun aturan main (kelembagaan) dan institusi yang menjadi pusat koordinasi.Problem kelembagaan di seputar pembangunan infrastruktur sangatlah rumit,dari mulai aturan main pembiayaan, pembebasan lahan, pengelolaan, mekanisme penentuan harga,dan sebagainya.
Di antara kompleksitas aturan main tersebut, kelembagaan pembebasan lahan dan pengelolaan infrastruktur merupakan problem populer yang kerap dijumpai (di samping soal pembiayaan).Pemerintah mesti fokus mengatasi soal itu,lebih-lebih masalah pembebasan lahan selama ini terus menjadi ganjalan serius dalam pembangunan infrastruktur.Berikutnya,masalah pengelolaan juga menjadi sumber konflik yang tidak berujung sehingga secara rinci mekanisme pengelolaan ini seyogianya juga diatur secara rinci.
Sementara itu, dalam area penentuan prioritas dan implementasi pembangunan infrastruktur, sebaiknya ditunjuk satu kementerian yang memiliki kewenangan mengoordinasikan itu semua. Model yang selama ini dilakukan terbukti tidak efektif karena pembangunan infrastruktur dijalankan tanpa pusat koordinasi yang jelas. Institusi yang paling rasional untuk menjalankan misi ini adalah Kementerian PU karena ruang lingkupnya memang berada dalam domain infrastruktur.
Setiap kementerian bisa saja mengajukan pos pembangunan infrastruktur, sekaligus menjalankan program tersebut. Namun, seluruh proses itu sejak awal harus dikoordinasikan dengan Kementerian PU. Jika program masing-masing kementerian dianggap tidak cocok dengan prioritas yang telah disepakati,Kementerian PU berhak untuk mengevaluasi dan merekomendasikan perubahan. Hal yang sama juga berlaku dalam fase implementasi program.
Deskripsi di muka secara jelas menjabarkan betapa pembangunan infrastruktur tidak akan banyak artinya apabila tidak direlasikan dengan arah pembangunan ekonomi ke depan. Karena itu, prioritas pembangunan infrastruktur tidak oleh menyimpang dari target pembangunan ekonomi secara keseluruhan.Tidak kalah penting dari itu adalah keberadaan aturan main yang lebih rinci untuk memulai dan menjalankan pembangunan infrastruktur.
Selama ini implementasi pembangunan infrastruktur terkendala dengan banyak masalah di antaranya yang terpenting adalah pembebasan lahan. Pada titik ini penyusunan kelembagaan yang solid diperlukan agar soal-soal yang sama tidak terulang lagi di masa depan.Terakhir, koordinasi menjadi titik lemah dalam implementasi pembangunan infrastruktur. Di sini perlu ditunjuk Kementerian PU sebagai pusat koordinasi yang mengawal penentuan prioritas maupun implementasi pembangunan infrastruktur. Dengan model inilah,efektivitas pembangunan infrastruktur diharapkan bisa tercapai.(*)
Ahmad Erani Yustika
Direktur Eksekutif Indef;
Ekonom Universitas Brawijaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar