Kamis, 02 Februari 2012

Meski inflasi landai, risiko masih tinggi

http://nasional.kontan.co.id/news/meski-inflasi-landai-risiko-masih-tinggi/2012/02/02
JAKARTA. Pemerintah bisa berlega hati. Kenaikan harga atawa inflasi Januari 2012 masih normal. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat: inflasi Januari hanya 0,76%, lebih rendah dibanding bulan yang sama di dua tahun terakhir.
Kini, tugas pemerintah tinggal memberi kepastian apakah akan tetap memaksakan kebijakan pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, menunda, atau bahkan menaikkan harga BBM.
Kepastian ini penting demi meredam ekspektasi masyarakat atas kenaikan harga. Bila ini terjadi, Bank Indonesia (BI) punya ruang untuk mengutak-atik posisi BI rate.
Ekonom Senior Bank Mandiri Destry Damayanti menduga, pemerintah akan mengurungkan niatnya untuk melakukan pembatasan BBM.
Namun, opsi kenaikan harga BBM tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. "Tampaknya pemerintah akan menambah anggaran subsidi. Dengan begitu, inflasi terkendali dan BI rate bisa turun maksimal 25 basis poin tahun ini," harap Destry, Rabu (1/2).
Namun, A. Prasetyantoko, ekonom Universitas Atmajaya Jakarta menilai, kebijakan memangkas bunga acuan saat krisis seperti ini berisiko tinggi. Investor asing yang alergi dengan pemangkasan suku bunga bisa cepat hengkang.
Apalagi, portofolio asing di surat utang negara (SUN) dan saham cukup tebal. Kementerian Keuangan mencatat, per 31 Januari 2012, aset asing di SUN mencapai Rp 235,97 triliun. Adapun Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat, pada periode sama kepemilikan asing di saham sebanyak Rp 1.319 triliun.
Jika investor pemburu rente ini panik atas kebijakan bunga rendah, mereka bisa berbondong-bondong mencairkan aset dan beralih ke dollar AS. Ini tentu merepotkan BI. Kurs rupiah bisa cepat terkapar. Terlebih, Januari 2012 lalu, rupiah mengalami gejolak. Bahkan, Rabu (1/2), nilai tukar rupiah terhadap dollar AS kembali terperosok ke level Rp 9.022.
Ekonom LIPI Latif Adam yakin, rapat Dewan Gubernur BI, Kamis pekan depan (9/2), BI tak akan memangkas BI rate. "Sekarang BI sudah maju, tidak pakai kacamata kuda," kata Latif. Lagi pula tujuan pemangkasan BI rate agar perbankan menurunkan bunga kredit, sampai sekarang belum terlihat hasilnya.
Karena itu, Destry berpendapat, kini saatnya BI mengefektifkan kebijakan moneter selain BI rate. Misal, mengaktifkan pasar SUN, agar banyak investor lokal masuk. Dengan begitu, kurs rupiah tak tertekan saat asing kabur dari pasar SUN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar