http://www.indonesiafinancetoday.com/read/21420/Kemungkinan-Kecil-Eropa-Dapat-Keluar-dari-Krisis
Seberapa suram kita melihat Uni Eropa? Apakah masalah-masalah di sana bisa ditangani, atau akankah Uni Eropa menuju kehancuran sistemik? Jawaban saya adalah ya – masalahnya bisa ditanggulangi, dan para pemimpin Uni Eropa bertindak ceroboh sehingga keruntuhan sangat dimungkinkan. Saya tidak tahu apakah hal itu menjadikan saya seorang optimis atau pesimis.
Peterson Institute for International Economics belum lama ini menyelenggarakan sebuah debat mengenai masa depan Eropa. Empat ekonom ternama, semua layak dianggap serius, berpendapat pro dan kontra mengenai skenario kehancuran Uni Eropa. Mari kita kaji pendapat mereka.
Peter Boone dan Simon Johnson adalah ekonom yang pesimis. Masalah Eropa lebih buruk dari yang diketahui dan tidak ada jalan yang berguna untuk dapat keluar dari krisis. (Boone dan Johnson menyimpulkan pemikiran mereka di artikel Bloomberg, dan institute mempublikasikan esai mereka, “The European Crisis Deepens”.
Fred Bergsten dan Jacob Funk Kirkegaard berpikir pemikiran semacam itu terlalu dibesar-besarkan. “Eropa akan mempertahankan proyek integrasi dan para pemimpinnya akan menyelamatkan euro serta memulihkan kesehatan ekonomi kawasan.”
Kedua pihak tidak memberikan prediksi yang terlalu tepat. Boone dan Johnson berpikir bahwa kehancuran sistemik tidak pasti, dan Bergsten dan Kirkegaard juga tidak yakin bahwa euro mustahil runtuh. Ini masalah kemungkinan, dan kedua pihak sama-sama tidak yakin.
Namun, Boone dan Johnson berpendapat lubang ekonomi lebih dalam dan jalan keluar politik lebih sulit dibanding pandangan Bergsten dan Kirkegaard. Mari kita pertimbangkan aspek ekonomi dan politik.
Aspek ekonominya sebagai berikut: Berapa banyak negara-negara Uni Eropa, ditambah Yunani, yang tidak mampu melunasi utangnya, tidak hanya tidak likuid? Ketidakmampuan melunasi utang mengindikasikan bahwa default tidak bisa dihindari dan mengulur-ulur waktu tidak akan berhasil.
Lebih mengerucut lagi, apakah Italia bisa melunasi utangnya? Boone dan Johnson ternyata memasukkan Italia ke dalam negara yang akan kesulitan melunasi utang, bersama Yunani, Irlandia dan Portugal. Negara-negara itu termasuk dalam daftar negara yang tidak mampu melunasi utang begitu risiko premium diperhitungkan.
Hal ini menjadi perbedaan yang besar, karena risiko premium memperbesar risiko default yang bisa terjadi. Utang Italia sebesar 1,9 triliun euro (US$ 2,47 triliun) dari total utang pemerintah Eropa sebesar 8,4 triliun euro.
Jika Italia berpeluang default, maka masalah Eropa jauh lebih besar dibanding perkiraan sebelumnya – namun Boone dan Johnson belum mengungkapkan seluruhnya. Anggap saja European Central Bank akhirnya melakukan intervensi, seperti yang didesak oleh banyak analis, dan menjadi lender of last resort bagi pemerintahan Eropa.
Boone dan Johnson menilai cara itu tidak akan berhasil. Menyediakan pinjaman baru sebagai roll over utang atas permintaan pemerintahan yang bermasalah tidak akan meyakinkan investor bahwa utang pemerintah yang bersangkutan sudah aman.
Bank sentral Eropa juga harus membeli, contohnya, tiga perempat utang yang ada. Jika tidak, suku bunga di pasar sekunder utang pemerintah akan terus memasukkan risiko premium yang besar. Artinya, negara-negara yang tidak sanggup melunasi utang tetap tidak sanggup melunasi utang.
Masukkan Spanyol ke dalam daftar negara-negara bangkrut, dan biaya pembelian utang oleh bank sentral Eropa bisa mencapai kisaran 2,5 triliun euro (jika semuanya berjalan lancar) hingga 4,5 triliun euro (jika tidak). Andil Jerman dalam pembiayaan pembelian utang lewat bank sentral Eropa ini akan melibatkan dana pembayar pajaknya sebesar 1,2 triliun euro, atau 45% dari Produk Domestik Bruto Jerman. Itulah yang bagi Boone dan Johnson tidak akan terjadi.
Anggap saja skenario tersebut benar-benar terjadi, tetap saja tidak akan membantu. Begitu bank sentral Eropa berkomitmen terhadap pendekatan ini, pasar akan panik terkait potensi biaya jika masalah menyebar ke negara-negara lain.
Pendekatan ini juga tidak akan menanggulangi masalah daya saing negara-negara kecil di zona euro. Untuk mengatasinya, pemerintahan harus memangkas pengeluaran dan gaji pemerintahan, sekali lagi tidak mungkin secara politis. Sementara itu, European Central Bank akan menegosiasikan program anggaran dan reformasi ekonomi struktural dengan pemerintahan zona euro.
Bergerak Satu Arah
Saya tidak berharap menjadi pendukung Eropa dalam diskusi ini, namun analisis yang fatalistis seperti ini membuat saya berpikiran ke arah sana.
Besaran risiko premium terhadap utang-utang pemerintah yang bermasalah adalah kunci kemampuan melunasi utang. Boone dan Johnson benar mengenai hal itu. Memang benar bahwa persepsi risiko di pasar obligasi pemerintah Eropa berubah demi kebaikan.
Risiko default tidak ditetapkan di masa sebelum krisis. Masa-masa itu sudah berakhir. Meskipun demikian investor ketakutan oleh dinamika utang yang tidak dapat dihindari. Perdebatan politik Eropa memperburuk masalah. Jika para pemimpin Uni eropa mulai bertindak lebih tegas, anggapan risiko akan berkurang.
Komitmen bank sentral Eropa bertindak sebagai lender of last resort akan mengurangi risiko premium. Tidak sampai nol, tetapi sudah cukup mengurangi. Proyeksi kehancuran dalam skala besar versi Boone dan Johnson tidak diperlukan, karena investor percaya komitmen bank sentral Eropa untuk menggelontorkan dana berapapun besarnya.
Langkah lain juga diperlukan, seperti pengetatan anggaran yang kuat, reformasi strukturan yang pro-pertumbuhan dan ekspansi fiskal di Jerman dan negara-negara utama di Eropa bagian utara. Hal ini dapat membuat Italia bisa melunasi utang-utangnya.
Karena alasan-alasan ini, saya percaya terhadap Bergsten dan Kirkegaard bahwa situasi di Eropa dapat diperbaiki. Namun kemungkinan ini tergantung pada kondisi politik. Pertanyaannya adalah apakah para pemimpin Uni Eropa bisa benar-benar memperbaiki keadaan.
Dalam hal ini, saya kira Bergsten dan Kirkegarrd sedikit terlalu optimistis. Tidak perlu panik, kata mereka. Beginilah Eropa melakukan sesuatu. Mereka mengutip Jean Monnet, arsitek Uni Eropa. “Eropa akan menghadapi berbagai krisis, dan akan mencari solusi untuk memecahkan krisis-krisis tersebut.”
Di saat potensi kehancuran yang memuncak, sesuatu akan terjadi. Mungkin bank sentral Eropa akan menjadikan pihaknya lender of last resort. Mungkin Jerman akan menambah dana talangan (bailout) Uni Eropa. Mungkin Eropa akan menyalurkan sumber daya ke Dana Moneter Internasional sehingga bisa digunakan untuk mengatur bailout baru.
Skenario lain, seperti default, keruntuhan sistem euro, dan pembatalan semua proyek Eropa, tidak dapat diterima. Dalam waktu dekat, sesuatu akan dilakukan.
Di Jurang Kehancuran
Sekarang, mereka mungkin saja benar, namun saya ingin menggarisbawahi dua hal. Pertama, ketika Uni Eropa mencari solusi, Uni Eropa juga semakin terintegrasi dan kompleks secara finansial. Membuat kebijakan ketika di jurang kehancuran semakin membahayakan.
Boone dan Johnson menekankan bahwa masalah-masalah yang dihadapi Eropa lebih sulit dibanding sebelumnya dan menyatukan pemahaman antarpemerintah jauh lebih sulit. Suatu hari, pendukung pengelolaan krisis akan kehabisan keberuntungan.
Kedua, resolusi krisis ini akan semakin menggerus kedaulatan nasional. Pengawasan terpusat terhadap kebijakan fiskal akan meningkat. Namun, bahkan jika dilakukan dengan lebih cerdik dibanding hanya “pakta fiskal” yang sekarang dibahas, pasti akan ada yang dipertaruhkan. “Defisit demokratis” Uni Eropa – jarak antara masyarakat dan pemimpinnya – akan semakin besar.
Bergsten dan Kirkegaard menyimpulkan: “Jika sejarah pemberlakuan integrasi dan respons krisis memiliki panduan, Eropa akan bangkit dari krisis tidak hanya dengan euro yang utuh tetapi institusi dan prospek ekonomi yang lebih kuat.” Saya kira tidak demikian.
Jika para pemimpin Eropa akhirnya bisa bersatu, Eropa mungkin bangkit dari krisis sekarang dengan euro masih utuh dan bahkan beberapa negara yang semakin kuat. Namun karena institusi politiknya memicu krisis baru, Uni Eropa kekurangan legitimasi dan maka itu lebih rentan.
Saya kira kesimpulan itu menjadikan saya seorang pesimis.
Artikel asli berjudul: Europe Can Beat This Crisis but Maybe Not the Next
Seberapa suram kita melihat Uni Eropa? Apakah masalah-masalah di sana bisa ditangani, atau akankah Uni Eropa menuju kehancuran sistemik? Jawaban saya adalah ya – masalahnya bisa ditanggulangi, dan para pemimpin Uni Eropa bertindak ceroboh sehingga keruntuhan sangat dimungkinkan. Saya tidak tahu apakah hal itu menjadikan saya seorang optimis atau pesimis.
Peterson Institute for International Economics belum lama ini menyelenggarakan sebuah debat mengenai masa depan Eropa. Empat ekonom ternama, semua layak dianggap serius, berpendapat pro dan kontra mengenai skenario kehancuran Uni Eropa. Mari kita kaji pendapat mereka.
Peter Boone dan Simon Johnson adalah ekonom yang pesimis. Masalah Eropa lebih buruk dari yang diketahui dan tidak ada jalan yang berguna untuk dapat keluar dari krisis. (Boone dan Johnson menyimpulkan pemikiran mereka di artikel Bloomberg, dan institute mempublikasikan esai mereka, “The European Crisis Deepens”.
Fred Bergsten dan Jacob Funk Kirkegaard berpikir pemikiran semacam itu terlalu dibesar-besarkan. “Eropa akan mempertahankan proyek integrasi dan para pemimpinnya akan menyelamatkan euro serta memulihkan kesehatan ekonomi kawasan.”
Kedua pihak tidak memberikan prediksi yang terlalu tepat. Boone dan Johnson berpikir bahwa kehancuran sistemik tidak pasti, dan Bergsten dan Kirkegaard juga tidak yakin bahwa euro mustahil runtuh. Ini masalah kemungkinan, dan kedua pihak sama-sama tidak yakin.
Namun, Boone dan Johnson berpendapat lubang ekonomi lebih dalam dan jalan keluar politik lebih sulit dibanding pandangan Bergsten dan Kirkegaard. Mari kita pertimbangkan aspek ekonomi dan politik.
Aspek ekonominya sebagai berikut: Berapa banyak negara-negara Uni Eropa, ditambah Yunani, yang tidak mampu melunasi utangnya, tidak hanya tidak likuid? Ketidakmampuan melunasi utang mengindikasikan bahwa default tidak bisa dihindari dan mengulur-ulur waktu tidak akan berhasil.
Lebih mengerucut lagi, apakah Italia bisa melunasi utangnya? Boone dan Johnson ternyata memasukkan Italia ke dalam negara yang akan kesulitan melunasi utang, bersama Yunani, Irlandia dan Portugal. Negara-negara itu termasuk dalam daftar negara yang tidak mampu melunasi utang begitu risiko premium diperhitungkan.
Hal ini menjadi perbedaan yang besar, karena risiko premium memperbesar risiko default yang bisa terjadi. Utang Italia sebesar 1,9 triliun euro (US$ 2,47 triliun) dari total utang pemerintah Eropa sebesar 8,4 triliun euro.
Jika Italia berpeluang default, maka masalah Eropa jauh lebih besar dibanding perkiraan sebelumnya – namun Boone dan Johnson belum mengungkapkan seluruhnya. Anggap saja European Central Bank akhirnya melakukan intervensi, seperti yang didesak oleh banyak analis, dan menjadi lender of last resort bagi pemerintahan Eropa.
Boone dan Johnson menilai cara itu tidak akan berhasil. Menyediakan pinjaman baru sebagai roll over utang atas permintaan pemerintahan yang bermasalah tidak akan meyakinkan investor bahwa utang pemerintah yang bersangkutan sudah aman.
Bank sentral Eropa juga harus membeli, contohnya, tiga perempat utang yang ada. Jika tidak, suku bunga di pasar sekunder utang pemerintah akan terus memasukkan risiko premium yang besar. Artinya, negara-negara yang tidak sanggup melunasi utang tetap tidak sanggup melunasi utang.
Masukkan Spanyol ke dalam daftar negara-negara bangkrut, dan biaya pembelian utang oleh bank sentral Eropa bisa mencapai kisaran 2,5 triliun euro (jika semuanya berjalan lancar) hingga 4,5 triliun euro (jika tidak). Andil Jerman dalam pembiayaan pembelian utang lewat bank sentral Eropa ini akan melibatkan dana pembayar pajaknya sebesar 1,2 triliun euro, atau 45% dari Produk Domestik Bruto Jerman. Itulah yang bagi Boone dan Johnson tidak akan terjadi.
Anggap saja skenario tersebut benar-benar terjadi, tetap saja tidak akan membantu. Begitu bank sentral Eropa berkomitmen terhadap pendekatan ini, pasar akan panik terkait potensi biaya jika masalah menyebar ke negara-negara lain.
Pendekatan ini juga tidak akan menanggulangi masalah daya saing negara-negara kecil di zona euro. Untuk mengatasinya, pemerintahan harus memangkas pengeluaran dan gaji pemerintahan, sekali lagi tidak mungkin secara politis. Sementara itu, European Central Bank akan menegosiasikan program anggaran dan reformasi ekonomi struktural dengan pemerintahan zona euro.
Bergerak Satu Arah
Saya tidak berharap menjadi pendukung Eropa dalam diskusi ini, namun analisis yang fatalistis seperti ini membuat saya berpikiran ke arah sana.
Besaran risiko premium terhadap utang-utang pemerintah yang bermasalah adalah kunci kemampuan melunasi utang. Boone dan Johnson benar mengenai hal itu. Memang benar bahwa persepsi risiko di pasar obligasi pemerintah Eropa berubah demi kebaikan.
Risiko default tidak ditetapkan di masa sebelum krisis. Masa-masa itu sudah berakhir. Meskipun demikian investor ketakutan oleh dinamika utang yang tidak dapat dihindari. Perdebatan politik Eropa memperburuk masalah. Jika para pemimpin Uni eropa mulai bertindak lebih tegas, anggapan risiko akan berkurang.
Komitmen bank sentral Eropa bertindak sebagai lender of last resort akan mengurangi risiko premium. Tidak sampai nol, tetapi sudah cukup mengurangi. Proyeksi kehancuran dalam skala besar versi Boone dan Johnson tidak diperlukan, karena investor percaya komitmen bank sentral Eropa untuk menggelontorkan dana berapapun besarnya.
Langkah lain juga diperlukan, seperti pengetatan anggaran yang kuat, reformasi strukturan yang pro-pertumbuhan dan ekspansi fiskal di Jerman dan negara-negara utama di Eropa bagian utara. Hal ini dapat membuat Italia bisa melunasi utang-utangnya.
Karena alasan-alasan ini, saya percaya terhadap Bergsten dan Kirkegaard bahwa situasi di Eropa dapat diperbaiki. Namun kemungkinan ini tergantung pada kondisi politik. Pertanyaannya adalah apakah para pemimpin Uni Eropa bisa benar-benar memperbaiki keadaan.
Dalam hal ini, saya kira Bergsten dan Kirkegarrd sedikit terlalu optimistis. Tidak perlu panik, kata mereka. Beginilah Eropa melakukan sesuatu. Mereka mengutip Jean Monnet, arsitek Uni Eropa. “Eropa akan menghadapi berbagai krisis, dan akan mencari solusi untuk memecahkan krisis-krisis tersebut.”
Di saat potensi kehancuran yang memuncak, sesuatu akan terjadi. Mungkin bank sentral Eropa akan menjadikan pihaknya lender of last resort. Mungkin Jerman akan menambah dana talangan (bailout) Uni Eropa. Mungkin Eropa akan menyalurkan sumber daya ke Dana Moneter Internasional sehingga bisa digunakan untuk mengatur bailout baru.
Skenario lain, seperti default, keruntuhan sistem euro, dan pembatalan semua proyek Eropa, tidak dapat diterima. Dalam waktu dekat, sesuatu akan dilakukan.
Di Jurang Kehancuran
Sekarang, mereka mungkin saja benar, namun saya ingin menggarisbawahi dua hal. Pertama, ketika Uni Eropa mencari solusi, Uni Eropa juga semakin terintegrasi dan kompleks secara finansial. Membuat kebijakan ketika di jurang kehancuran semakin membahayakan.
Boone dan Johnson menekankan bahwa masalah-masalah yang dihadapi Eropa lebih sulit dibanding sebelumnya dan menyatukan pemahaman antarpemerintah jauh lebih sulit. Suatu hari, pendukung pengelolaan krisis akan kehabisan keberuntungan.
Kedua, resolusi krisis ini akan semakin menggerus kedaulatan nasional. Pengawasan terpusat terhadap kebijakan fiskal akan meningkat. Namun, bahkan jika dilakukan dengan lebih cerdik dibanding hanya “pakta fiskal” yang sekarang dibahas, pasti akan ada yang dipertaruhkan. “Defisit demokratis” Uni Eropa – jarak antara masyarakat dan pemimpinnya – akan semakin besar.
Bergsten dan Kirkegaard menyimpulkan: “Jika sejarah pemberlakuan integrasi dan respons krisis memiliki panduan, Eropa akan bangkit dari krisis tidak hanya dengan euro yang utuh tetapi institusi dan prospek ekonomi yang lebih kuat.” Saya kira tidak demikian.
Jika para pemimpin Eropa akhirnya bisa bersatu, Eropa mungkin bangkit dari krisis sekarang dengan euro masih utuh dan bahkan beberapa negara yang semakin kuat. Namun karena institusi politiknya memicu krisis baru, Uni Eropa kekurangan legitimasi dan maka itu lebih rentan.
Saya kira kesimpulan itu menjadikan saya seorang pesimis.
Artikel asli berjudul: Europe Can Beat This Crisis but Maybe Not the Next
Tidak ada komentar:
Posting Komentar