Sabtu, 17 September 2011

Pemerintah revisi perhitungan royalti

JAKARTA. Pengusaha tambang harus bersiap-siap menyetor royalti lebih banyak pada pemerintah. Sebab saat ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya mineral (ESDM) tengah mengusulkan perubahan formula penarikan royalti mineral dan batubara atau komoditas pertambangan.

Saat ini, penghitungan royalti masih didasarkan pada volume penjualan. Nah, pemerintah sedang mengusulkan agar perhitungan royalti didasarkan pada persentase harga jual di pasar.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Thamrin Sihite mengaku sudah mengajukan usul ini dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 45 tahun 2003 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak. "Kami sudah sampaikan revisi PP itu ke Kementerian Keuangan,” ujarnya kepada KONTAN, Kamis (15/9).
Menurut Thamrin, perhitungan royalti berdasarkan persentase dari harga jual di pasar internasional akan lebih adil. Sebab, perhitungan ini memungkinkan penerimaan negara bertambah jika harga komoditas tambang meningkat. Di sisi lain, jika harga komoditas tambang hancur, royalti pun ikut menyusut.
Wajar pemerintah ingin merevisi aturan ini. Sebab, selama ini, pemerintah tidak bisa menikmati harga tambang yang melesat, contohnya saat harga emas terus menanjak seperti sekarang ini.
Sementara itu, Indonesian Mining Association (IMA) berharap pemerintah melakukan kajian finansial lebih dulu sebelum menerapkan beleid ini. Syahrir AB, Direktur Eksekutif IMA berharap, pemerintah pusat dapat mencegah pemerintah daerah menarik pungutan di luar UU No. 28 tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
Syahrir mengatakan, saat ini, perusahaan tambang banyak dikenai pungutan di luar ketentuan yang pada akhirnya membebani perusahaan. “Sebagai contoh, pajak badan (corporate tax) perusahaan pemegang kontrak karya ada yang 35%. Sementara UU Pajak Penghasilan sudah menetapkan 25%," tutur Syahrir.
Seharusnya, pemerintah menerapkan kebijakan yang seimbang agar industri tambang dapat menjalankan dengan ikhlas dan dapat berinvestasi berkelanjutan.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar