JAKARTA. PT Bank Rakyat Indonesia
Syariah (BRIS) belum berencana merevisi standar operasi prosedur (SOP)
produk berbasis emas. Manajemen BRIS menilai, SOP yang berjalan selama
ini sudah sesuai arahan Bank Indonesia (BI) dan cukup ampuh melindungi
bank ini dari risiko kerugian.
SOP itu, antara lain penetapan rasio utang terhadap nilai barang atau loan to value
(LTV) sebesar 80%, pembatasan portofolio gadai emas sebesar 10% dari
total pembiayaan dan batasan gadai. Soal terakhir ini, manajemen
mengklaim selalu mencegah nasabah untuk tidak menggadaikan emasnya
secara berulang-ulang atau lebih dikenal praktik berkebun emas.
Ventje Rahardjo, Direktur Utama BRI Syariah,
menjelaskan, selain menerapkan SOP itu, BRIS juga menyiapkan bantalan
lain, yakni mencadangkan risiko sebesar 30% dari harga emas di pasar.
Ini untuk mengantisipasi jika sewaktu-waktu harga komoditas itu
terkoreksi tajam dan memukul bisnis ini.
Ventje menegaskan, pola berkebun emas tidak
pernah terjadi di bank yang ia pimpin. Selama ini, BRI Syariah hanya
memanfaatkan seminar kebun emas untuk memasarkan produk ke masyarakat.
Catatan saja, anak usaha BRI ini termasuk
paling getol memasarkan pembiayaan emas. Manajemen bahkan pernah menyewa
investor yang sukses berkebun emas untuk ikut mengedukasi masyarakat.
BRI Syariah mempunyai dua produk pembiayaan
berbasis emas, yakni gadai emas dan pembiayaan kepemilikan logam mulia
(KLM) atau membeli emas dengan mencicil. Untuk KLM, emas yang dibiayai
beratnya mulai 2 gram hingga 50 gram. BRI Syariah memberikan pembiayaan
hingga 85% dari harga. "Nasabah hanya perlu membayar 15% uang muka
kemudian mereka bisa mencicil selama 2 tahun-3 tahun," terang Ventje. Ia
mengklaim non performing financing (NPF) gadai emas dan KLM di level 0%.
Per Juli, nilai gadai emas BRI Syariah Rp 1 triliun, naik 28,8% dibandingkan bulan sebelumnya sebesar Rp 776 miliar. Sementara outstanding kepemilikan logam mulia mencapai Rp 40 miliar, tumbuh 42% dari posisi Juni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar