Selasa, 27 September 2011

Menstabilkan Pasar Keuangan

Umar Juoro

Nilai rupiah mengalami pelemahan, indeks pasar modal menurun, dan harga Surat Berharga Negara (SBN) juga menurun. Penyebabnya bukan dari dalam negeri, melainkan dari luar negeri. Belum tuntasnya permasalahan utang pemerintah yang besar di Yunani, kemudian juga Italia, ditambah kurang tegasnya kebijakan pemerintah dan bank sentral AS, menyebabkan kekhawatiran yang semakin tinggi bagi investor.

Mereka menarik diri dari pasar modal dan obligasi di negara maju dan negara berkembang untuk mencari selamat. Ketidakpastian ini masih akan berlanjut sampai ada kejelasan dalam kebijakan pemerintah dan bank sentral di Eropa dan AS.  Investor asing menarik modalnya dari pasar modal dan SBN untuk mencari selamat.

Sebenarnya investasi di Indonesia masih tetap lebih menguntungkan, tetapi karena investor asing lebih cenderung mencari selamat, mereka menaruh dananya di tempat yang mereka anggap aman di AS, sekalipun tidak  mendapatkan keuntungan. Fundamental ekonomi makro dan mikro Indonesia sebenarnya cukup kuat. Kelakuan investor asing ini tidak akan diikuti oleh investor domestik karena menaruh dana dalam bentuk dolar, apalagi di luar negeri justru akan merugi.

Namun, jika nilai rupiah terus melemah, investor dan pelaku ekonomi domestik juga akan panik serta dapat menjual saham dan obligasinya untuk kemudian memegang dolar. Karena itu, BI dan pemerintah harus sedapat mungkin menjaga stabilitas nilai rupiah. BI sebenarnya sudah melakukan intervensi di pasar, tetapi rupiah masih melemah karena tingginya permintaan dolar, tidak saja dari investor asing yang mau keluar, tetapi juga dari perusahaan besar domestik yang membutuhkan dolar dalam jumlah besar untuk memenuhi kewajibannya.

Sementara itu, pasokan dolar praktis hanya datang dari BI. Dengan cadangan sekitar 120 miliar dolar, sebenarnya BI mempunyai cukup amunisi untuk menstabilkan nilai rupiah. Kecenderungan dasar nilai rupiah adalah menguat. Hanya karena faktor eksternal, terjadi pelemahan nilai rupiah.

Jika BI lebih agresif menjaga nilai rupiah, cadangan devisa yang terpakai nantinya juga akan kembali lagi. Tambahan bagi perekonomian juga dapat terjaga. Kecenderungan dasarnya adalah investasi, baik portofolio maupun investasi langsung (PMA). Hanya karena permasalahan eksternal, modal portofolio keluar, tetapi PMA masih terus masuk ke Indonesia.

Pemerintah, melalui BUMN, juga dapat melakukan upaya untuk menstabilkan harga saham, antara lain, BUMN membeli kembali saham mereka. Kecenderungan dasar harga saham di pasar modal sebenarnya masih akan mengalami peningkatan, tetapi karena faktor eksternal, harga saham mengalami tekanan karena investor asing menjualnya. Karena itu, jika BUMN atau perusahaan terbuka lainnya membeli kembali saham mereka, masih cukup besar kemungkinan harga saham itu akan naik kembali lagi nantinya.

Pelemahan nilai rupiah, harga SBN, dan pasar modal adalah sementara, yaitu karena faktor eksternal. Jika pemerintah dan BI dapat melakukan kebijakan yang berwibawa (credible) dalam menstabilkan nilai rupiah, harga SBN, dan juga pasar modal, langsung maupun tidak langsung, perekonomian tidak akan terganggu. Kepercayaan investor juga terjaga.

Indonesia juga menjadi lebih siap menghadapi segala kemungkinan dari pengaruh eksternal. Selanjutnya, ketika perekonomian negara maju dan pulih kembali, Indonesia akan mendapatkan manfaat yang besar untuk dapat tumbuh lebih tinggi lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar