JAKARTA: Pemerintah seharusnya memiliki protokol manajemen krisis
tingkat nasional sebagai instrumen peringatan dini dan penanganan
apabila terjadi krisis, kata seorang akademisi.
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran Ina Primiana
mengatakan hal itu saat ditemui di kantor Kadin Indonesia, di kawasan
Kuningan, Jakarta Selatan, hari ini. "Itu sebenarnya untuk early warning
system. Mestinya pemerintah memang harus punya, untuk menampung
skenario-skenario dalam menghadapi krisis," ujar Ina.
Ina menambahkan keberadaan protokol manajemen krisis nasional akan
membuat pemerintah tidak kaget lagi saat menghadapi krisis sehingga
penanggulangannya menjadi lebih sistematis. "Ketika ada faktor eksternal
yang berdampak negatif pada perekonomian, kita bisa antisipasi dari
jauh-jauh hari. Nah, itu seharusnya dimiliki," katanya.
Menurut Ina, pemerintah dapat berpedoman pada pengalaman Indonesia saat
menghadapi krisis, misalnya krisis 1997-1998 dan 2008-2009, untuk
menyusun protokol manajemen krisis nasional. "Akan tetapi apakah yang
2012 ini akan sama dengan 2008 atau tidak, perlu terus dikaji dengan
data yang akurat sehingga antisipasi dan penanganan krisis tidak salah
sasaran," ujar Ina.
Sebelumnya, Direktur Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia
Perry Warjito memaparkan soal absennya protokol manajemen krisis
tingkat Nasional. "Protokol itu di Bank Indonesia sudah ada untuk
operasi moneter, di menteri keuangan untuk pasar obligasi juga sudah
ada, di LPS [Lembaga Penjamin Simpanan] juga ada. Yang belum ada, sistem
yang integrated,” kata Perry.
Protokol manajemen krisis nasional dianggap sebagai salah satu 'tameng'
yang ampuh untuk mengantisipasi ancaman krisis ekonomi global yang
berdampak pada perekonomian Indonesia. Pasalnya, protokol nasional
dianggap mampu mempererat koordinasi antara Kementerian Keuangan, Bank
Indonesia, LPS dan lembaga keuangan/moneter lainnya untuk dapat
menentukan kebijakan yang tepat dalam situasi krisis. (ln)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar