Kamis, 29 September 2011

Langkah pemerintah masih kurang

JAKARTA. Para pengamat ekonomi dan pengusaha memandang langkah antisipasi yang disiapkan pemerintah untuk meredam gejolak di pasar keuangan masih belum cukup. Sejumlah ekonom antara lain menyoroti anggaran pembelian kembali (buyback) surat berharga negara (SBN) yang hanya Rp 3,12 triliun.

Jumlah itu sangat kecil mengingat kepemilikan asing di SBN, per 26 September mencapai Rp 222,5 triliun (lihat tabel: Kepemilikan Asing di SBN). "Secara umum langkah-langkah antisipasi sudah tepat, namun buyback SBN belum cukup," kata Destry Damayanti, Kepala Ekonom Bank Mandiri, Rabu (28/9).
Catatan Destry, dana asing yang hengkang dari SBN akhir-akhir ini sudah lebih dari Rp 15 triliun. "Bagaimana kalau asing melakukan koreksi 10%, jumlahnya sudah Rp 22,5 triliun," ujar Destry.
Dengan begitu, Destry menyatakan peran pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) untuk menjaga stabilitas pasar obligasi sangat penting. Bank sentral tersebut harus terjun langsung ke pasar untuk mengetahui bagaimana gejolak keadaan pasar yang sedang berlangsung. "BI dan pemerintah harus lebih intensif berkoordinasi," jelas dia.
Dicontohkan, bila suplai dollar AS di pasar kurang, biasanya pelaku pasar domestik mudah panik. Akhirnya mereka melakukan transaksi mata uang di negara lain.
"Mereka ramai-ramai membeli dollar di pasar Singapura. Akhirnya jadi kacau. Karena itu, pemerintah perlu lebih sering lagi memberikan himbauan kepada pasar domestik, agar jangan ikut panik," kata Destry.
Segendang sepenarian. pengamat ekonomi Universitas Atmajaya, Prasetyantoko menjelaskan, pemerintah harus mampu melakukan koordinasi dan pendekatan baik kepada BUMN maupun perusahaan swasta. "Mereka market maker, seperti Jamsostek, Taspen, perlu diberikan arahan, bahwa bahaya bila mereka ikut menjual saham di pasar saat pasar sedang panik," ujar dia.
Ia menambahkan, kondisi pasar setiap saat ini tidak dapat diprediksi. Sebagai regulator, Bapepam-LK perlu bertindak bijak jika pasar sedang terkena sentimen negatif. "Jangan buru-buru mengambil tindakan, perkuat koordinasi," imbuhnya.
Perlu JPSK
Dari kalangan pengusaha, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Moneter, Fiskal dan Kebijakan Publik Haryadi Sukamdani menyatakan, sejauh ini intervensi pasar telah dilakukan BI. Termasuk antisipasi dari BI seputar pemulangan devisa ekspor untuk meningkatkan suplai valas ke pasar.
Namun, yang dicemaskan oleh pengusaha hingga kini adalah soal payung hukum bagi pemerintah apabila skenario terburuk terjadi.
Kadin telah berusaha memberikan masukan kepada Presiden untuk segera mengusulkan RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) ke DPR. "Kalau terjadi apa-apa, tidak ada kendali ambil keputusan, bisa hancur perekonomian kita," tutur Haryadi.
Sedangkan, Ahmad Safiun Ketua Asosiasi Gabungan Asosiasi Perusahaan Pengerjaan Logam dan Mesin Indonesia (Gamma) meragukan pendekatan pemerintah.
"Setiap mau terjadi krisis, pemerintah selalu bilang kondisi fundamental ekonomi kita baik, tetapi kenyataannya apa? Krisis mulai terjadi. Lihat saja rupiah semakin melemah," ujar Safiun.
Safiun berharap, pasar domestik perlu didorong agar tumbuh. "Kalau mendorong pertumbuhan industri lokal, saya setuju. Itu yang harus dilakukan pemerintah secara konsisten," ungkapnya.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar