Senin, 01 Agustus 2011

Puasa, Emosi, dan Kesehatan

Ali Khomsan
Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat IPB

Hawa nafsu dan amarah mendapatkan energinya dari makanan. Ketika seseorang berpuasa, maka dia belajar mengendalikan emosinya, belajar mendisiplinkan diri agar terhindar dari penyakit hati, belajar berjiwa ikhlas, dan berperilaku jujur dalam segala aspek kehidupannya.


Di dalam buku Emotional Intellegence (Kecerdasan Emosional) dikutip suatu hasil penelitian dari AS. Sekelompok pasien penyakit jantung diminta untuk mengingat-ingat peristiwa yang membuat mereka marah. Ternyata beberapa di antaranya segera mengalami penurunan efisiensi memompa jantung.

Penurunan efisiensi memompa jantung ini tidak terlihat pada kondisi pasien yang kecewa dan cemas. Jadi, hanya sifat marah itulah yang menyebabkan gangguan kesehatan jantung. Diyakini bahwa setiap episode kemarahan akan menambah stres pada jantung dan juga akan meningkatkan tekanan darah. Studi lain menunjukkan bahwa penderita penyakit jantung yang mempunyai sikap emosional akan lebih cepat mendapat serangan jantung kedua. Sikap pemarah dan agresif ini akan meningkatkan risiko kematian 3 kali lebih besar. 

Sifat-sifat kepribadian yang negatif dianjurkan untuk diperbaiki ketika berpuasa. Segala penyakit hati dan jiwa yang biasanya leluasa mencengkeram manusia di saat tidak berpuasa harus dihilangkan di bulan Ramadhan.

Perasaan iri dan dengki adalah lazim di antara manusia. Apabila perasaan ini bisa dieliminasi pada saat berpuasa, maka akan lahir jiwa yang bersih. Iri dan dengki adalah fenomena yang bisa dijumpai pada setiap individu, hanya derajatnya saja yang berbeda.  Orang yang dapat mengendalikan penyakit iri dan dengki, maka semakin besar peluangnya untuk menjadi orang yang berbahagia dan terjauh dari penyakit. 

Dalam berpuasa, sebenarnya kita tidak hanya sekadar menahan haus dan lapar, tetapi lebih hakiki daripada itu adalah bagaimana kita bisa menata kalbu di bulan yang suci ini.  Kalbu atau hati mempunyai dua pengertian. Dalam arti konkret, hati adalah bagian dari organ tubuh manusia yang sangat vital untuk berfungsinya segala macam proses metabolisme. Sementara secara kiasan, hati dapat diartikan sebagai perasaan. Oleh karena itu, orang-orang yang tidak berperasaan dapat dikatakan sebagai orang yang tidak punya hati, meski organ hatinya masih ada.

Ketika kita berpuasa, terjadilah pembatasan asupan kalori (calorie restriction). Oleh karena itu, wajar kalau sehabis puasa Ramadhan terjadi penurunan berat badan 5-10 persen. Bukti epidemiologis tentang pembatasan kalori dan usia panjang ditemukan pada penduduk Okinawa yang banyak di antaranya bisa mencapai umur lebih dari 100 tahun.  Kuncinya adalah mereka mengonsumsi kalori 60-83 persen dibandingkan orang Jepang pada umumnya. Jadi, dengan berpuasa kita berpeluang mencapai umur lebih panjang karena di saat puasa umumnya kita hanya makan 80 persen dari asupan kalori sehari-hari.

Bagaimana mekanisme pembatasan kalori bisa memperpanjang umur? Ketika kita makan makanan sumber kalori, maka di dalam tubuh terjadi proses untuk mengubahnya menjadi energi. Hanya saja, proses perubahan kalori menjadi energi ini memerlukan kehadiran oksigen dan dengan membanjirnya oksigen akan datang pula radikal bebas yang bila berlebihan akan mengganggu kesehatan. Oleh sebab itu, puasa berarti mengurangi bahaya radikal bebas pencetus penyakit degeneratif yang dapat menyebabkan kematian.

Memangkas kalori ketika berpuasa juga akan berpengaruh pada peningkatan enzim antioksidan di dalam tubuh kita. Enzim tersebut antara lain adalah glutation peroksidase.  Glutation adalah biomarker penanda kesehatan. Mereka yang kadar glutation-nya tinggi mempunyai risiko sepertiga lebih rendah untuk menderita tekanan darah tinggi, sakit jantung, diabetes, dan infeksi saluran kemih. 

Kehadiran enzim antioksidan, akibat pembatasan kalori di bulan puasa, akan mampu mengguyur karsinogen (penyebab kanker) seperti aflatoksin untuk segera keluar dari dalam tubuh. Selain itu, enzim ini juga membawa citra positif untuk memperbaiki kerusakan genetik (DNA) di dalam sel.

Gangguan kesehatan yang perlu diwaspadai di saat puasa adalah konstipasi (sulit buang air besar). Pada hari biasa, kita bisa minum delapan gelas sehari. Namun di saat puasa, kita tidak cukup leluasa untuk minum banyak air. Padahal, konsumsi air minum secara cukup adalah penting untuk membantu pencernaan dan agar buang air lancar. 
   
Kurangnya konsumsi buah dan sayuran juga dapat memicu konstipasi. Sebagai sumber serat, fungsi buah dan sayuran erat kaitannya dengan kelancaran buang air besar dan terkendalinya kadar kolesterol darah. Ketika berbuka puasa, kita mendapatkan menu lengkap termasuk buah dan sayur, namun di saat sahur seringkali kita hanya makan seadanya. 

Berpuasa dengan benar sangat penting. Saat berbuka puasa, kita sebaiknya mendahului dengan makanan yang manis-manis. Kurma, yang dalam bahasa Arab disebut tamar, merupakan salah satu buah yang paling manis. Kurma yang sudah masak mengandung glukosa dan fruktosa yang merupakan sumber energi siap pakai sehingga dalam beberapa menit setelah makan kurma, tubuh akan segera memperoleh energi.

Kurma mengandung mineral potassium 260 persen lebih tinggi dibanding jeruk dan 64 persen lebih tinggi dibanding pisang. Mengonsumsi kurma membantu memenuhi kebutuhan tubuh akan potassium. Potassium ini dapat menurunkan tekanan darah dan membuat dinding pembuluh darah tetap elastis.

Nilai-nilai kejujuran menjadi titik penting di saat kita berpuasa. Kebohongan menjadi lebih terkutuk apabila dilakukan di bulan puasa, meski pada dasarnya kebohongan juga tidak dikehendaki di waktu-waktu yang lain. Mungkin, hanya pada bulan puasa saja kita menjumpai pemimpin, politisi, dan birokrat yang jujur. Kalau KKN masih subur pascapuasa nanti, maka puasa yang dilakukan oleh umat Islam di Indonesia adalah puasa yang sia-sia.

Puasa harus dilakukan dengan jiwa ikhlas. Salah satu tanda ikhlas adalah tidak mudah kecewa. Saat ini, banyak di antara kita menjadi individu yang selalu kecewa. Kecewa mengapa harga barang selalu naik di bulan puasa, kecewa mengapa sistem pendidikan kurang berpihak pada rakyat miskin, dan kecewa mengapa program pengentasan kemiskinan tiada kunjung datang hasilnya. Keadaan Indonesia tidak akan menjadi lebih baik bila kita hanya kecewa saja.

Di bulan puasa yang suci ini, bersedekah untuk fakir miskin akan mengobati hati nan kecewa. Di tengah-tengah kesulitan ekonomi saat ini, marilah kita ringankan beban derita si miskin agar mereka bisa turut berbahagia menyambut puasa (dan lebaran nanti). Negara ini akan sejahtera kalau pemimpinnya adil, orang berharta mau bersedekah, dan orang fakir rajin berdoa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar