Jumat, 31 Desember 2010

Sektor Manufaktur China Bakal Melambat

Survei HSBC
BEIJING – Kegiatan manufaktur di China diperkirakan melambat pada Desember 2010 menyusul meningkatnya harga bahan baku. Situasi ini dianggap bisa mempercepat laju infl asi di negara itu. Berdasarkan hasil survei independen HSBC, PMI (purchasing managers’ index) manufaktur di China pada Desember diprediksikan mencapai 54,4 poin, lebih rendah dibandingkan pencapaian pa da November lalu sebesar 55,3 poin.

Ini terjadi ketika aktivitas perindustrian dan bisnis baru meningkat pada periode Oktober-Desember. Penurunan pada kuartal keempat 2010 merupakan yang terbesar sepanjang tahun ini. Meski demikian, sektor manufaktur di China masih dianggap meluas. Menurut data tersebut, PMI berada di atas 50 mengindikasikan bahwa sektor tersebut masih meningkat.

Sebaliknya, indeks di bawah 50 mengindikasikan adanya kontraksi di sektor tersebut. Dalam survei itu disebutkan ongkos produksi mengalami kenaikan dalam lima bulan beruturut-turut. Kenaikan itu pada dasarnya digerakkan oleh melonjaknya harga bahan baku industri, energi, dan bahan bakar. Qu Hongbin, ekonom dari HSBC, menyatakan kenaikan tersebut terus terjadi selama laju infl asi kian mengalami percepatan.

“Inflasi masih tetap sebagai perhatian tertinggi dari kebijakan (pemerintah). Kami berharap Beijing terus memperketat kebijakan mone ternya untuk mengekang inflasi, sementara kenaikan suku bunga juga diperlukan untuk menghentikan laju inflasi dalam beberapa bulan ke depan,” papar Qu. Inflasi China pada November lalu kembali merangkak naik menjadi 5,1 persen secara year-on-year. Ini merupakan kenaikan tercepat dalam lebih dua tahun terakhir.

Sebelumnya, inflasi China pada Oktober lalu menyentuh level 4,4 persen, melebihi target pemerintah selama setahun sebesar 3,0 persen. Memicu Kehawatiran Di tempat berbeda, keputusan China untuk memangkas lagi kuota ekspor mineral langka atau rare earth terus memicu kekhawatiran sejumlah negara di dunia. Uni Eropa (UE) kecewa dan mendesak China agar menepati janjinya untuk menjamin pasokan rare earth secara berkesinambungan.

Menteri Perdagangan Jepang Akihiro Ohata optimistis pemerintah mampu menjamin suplai rare earth pada 2011 kendati China akan memangkas kuota ekspor mineral langka. Pernyataan Ohata itu didasarkan pada asumsi bahwa jumlah impor barang komoditas itu sama dengan rata-rata impor sepanjang semester I dan II tahun ini.

Rare earth mineral adalah permintaan rare earth global saat ini ditaksir mencapai 110.000 ton per tahun. Permintaan itu diperkirakan meningkat dua kali lipat menjadi 250.000 ton pada 2015 mendatang. China memproduksi 75 persen dari kebutuhan dunia dan menguasai 99 persen pasokan mineral ini.
AFP/Rtr/mad/E-8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar