Senin, 04 Oktober 2010

Pemikiran Cerdas Atasi Perubahan Iklim

Bjørn Lomborg
  • Direktur Copenhagen Consensus Center, guru besar pada Copenhagen Business School. 

  • Mudah dipahami bila para politikus dan pengulas pesimistis ihwal bakal tercapainya kesepakatan internasional mengenai pengurangan emisi karbon pada KTT Perserikatan Bangsa-Bangsa di Meksiko, Desember nanti. Tidak ada yang disepakati sejak gagalnya konferensi perubahan iklim di Kopenhagen tahun lalu. Untungnya, riset yang dilakukan akhir-akhir ini menunjukkan ada jalan yang lebih cerdas untuk menangani perubahan iklim di dunia.

    Sekarang tidak ada lagi sengketa pendapat di tataran arus utama mengenai realitas pemanasan global. Persoalan yang krusial sekarang menyangkut hitungan-hitungan ekonomi dari respons yang akan kita berikan. Perdebatan mengenai persoalan ini bisa sama serunya. Sejak saya menerbitkan buku The Skeptical Environmentalist pada 2001, saya selalu mengakui bahwa pemanasan global akibat ulah manusia itu memang riil. Namun para pegiat lingkungan berulang kali mengecam saya sebagai seorang “pengingkar perubahan iklim”. Ini bukan karena saya pernah mengatakan ilmu dasar mengenai pemanasan global itu tidak benar. Kecaman itu lebih banyak mencerminkan kemarahan dan frustrasi atas kegigihan saya menunjukkan tidak masuk akalnya pengurangan emisi karbon secara drastis.
    Copenhagen Consensus Center--sebuah think tank yang saya pimpin sebagai direktur--baru-baru ini meminta sekelompok ekonom iklim terkemuka mengeksplorasi costs and benefits dari berbagai respons yang dapat dilakukan terhadap pemanasan global. Pada saat yang sama, kita juga mengumpulkan sekelompok ekonom kedua yang tidak kalah terkemukanya, termasuk tiga orang peraih hadiah Nobel, untuk menelaah semua riset yang dilakukan dan membuat peringkat atas usulan-usulan yang diajukan menurut keberterimaannya. Cambridge University Press akan menerbitkan hasil riset dan penemuan para ekonom tersebut bulan ini dalam sebuah buku dengan judul Smart Solutions to Climate Change.
    Dalam buku ini terdapat sebuah bab yang ditulis ekonom iklim terkemuka Richard Tol, penyumbang dan penyusun utama laporan-laporan United Nations’ Intergovernmental Panel on Climate Change. Dalam bab ini Tol menunjukkan mengapa janji-janji muluk pengurangan emisi karbon secara drastis dan segera itu merupakan strategi yang cacat. Menurut Tol, untuk mempertahankan kenaikan suhu di bawah 2 derajat C, seperti yang dijanjikan akan dilakukan negara-negara industri anggota G-8, itu membutuhkan pengurangan emisi sekitar 80 persen pada pertengahan abad ini. Berdasarkan perkiraan konvensional, dengan ini bakal terhindarkan kerugian akibat perubahan iklim sekitar US$1,1 triliun sepanjang abad ini. Namun, ia juga bakal mengurangi pertumbuhan ekonomi senilai sekitar $ 40 triliun per tahun. Dengan kata lain, kita dengan efektif akan membelanjakan dana sebesar $ 40 triliun setiap tahun sebelum akhir abad ini untuk mendapatkan kebaikan senilai $ 1 triliun.
    Sebenarnya, perkiraan itu kelewat optimistis. Asumsinya menurut kalkulasi ini adalah, dalam kurun waktu 100 tahun itu para politikus di mana-mana di dunia dengan konsisten akan mengeluarkan undang-undang yang efisien dan efektif untuk mengurangi emisi karbon. Buang asumsi yang muluk-muluk ini, dan ongkos yang harus dibayar bisa melonjak dengan faktor sepuluh atau bahkan 100.
    Kasarnya, pengurangan emisi karbon secara drastis seperti itu mungkin bakal membawa lebih banyak kerusakan terhadap kualitas kehidupan kita (terutama bagi mereka yang hidup di negara-negara berkembang) daripada perubahan iklim. Alasannya sederhana. Walaupun dengan segala omongan yang optimistis mengenai sumber energi angin, matahari, panas bumi, dan sumber-sumber energi yang tidak mengeluarkan emisi karbon lainnya, tetap saja tidak ada alternatif yang sudah siap untuk memikul beban energi yang sekarang dipikul bahan bakar fosil. Itulah sebabnya saya sudah lama mendesak para pembuat kebijakan untuk meningkatkan secara berarti jumlah dana yang diinvestasikan untuk research and development (riset dan pengembangan, atau R&D) alternatif-alternatif energi hijau. Saat ini sudah ada riset yang menunjukkan dengan jelas bagaimana kita bisa merealisasi pendekatan semacam itu.
    Dalam buku Smart Solutions to Climate Change, Chris Green dari McGill University dan Isabel Galiana menelaah kemajuan yang telah tercapai saat ini dan menyimpulkan bahwa, menjelang 2050, sumber-sumber energi alternatif bakal menghasilkan tidak lebih dari separuh energi yang diperlukan untuk menstabilkan emisi karbon. Menjelang 2100, kesenjangan ini bahkan bakal lebih melebar. Tantangan yang kita hadapi sungguh berat. Menurut Galiana dan Green, dengan menginvestasikan 0,2 persen saja dari PDB global--sekitar US$100 miliar setahun--untuk R&D energi hijau, kita bakal menghasilkan semacam terobosan yang diperlukan untuk tercapainya masa depan bebas emisi karbon. Pendekatan semacam ini bukan hanya jauh lebih murah daripada pendekatan melalui pengurangan emisi karbon, tapi juga bakal lebih cepat mengurangi pemanasan global. Berbeda dengan pengurangan emisi karbon, ia merupakan solusi yang mungkin dapat diterima negara-negara berkembang.
    Bahkan, dengan upaya R&D yang kuat, energi hijau tidak bakal terjangkau sekejap mata. Guna memastikan kita punya cukup waktu untuk melakukan R&D yang diperlukan, kita harus meningkatkan komitmen pada riset teknologi rekayasa iklim. Dalam Smart Solutions to Climate Change, Eric Bickel dan Lee Lane dari University of Texas menunjukkan bukti yang kuat bahwa investasi yang tidak besar untuk riset teknologi rekayasa iklim ini bisa membawa pengurangan pemanasan global yang lebih berarti daripada program-program pengurangan emisi karbon yang jauh lebih mahal itu.
    Diterbitkannya Smart Solutions to Climate Change telah menarik banyak perhatian, termasuk dari beberapa pegiat lingkungan yang yakin bahwa dukungan antusias saya atas usulan dalam buku itu merupakan pergeseran besar dalam pemikiran saya. Sebenarnya, saya sudah lama mengadvokasi belanja untuk R&D ini. Apa yang baru--dan menarik--adalah bahwa, dengan diterbitkannya buku ini, kita mungkin pada akhirnya akan memulai diskusi yang konstruktif mengenai bagaimana kita benar-benar bisa merespons dengan cerdas tantangan yang kita hadapi ini. *
    Hak cipta: Project Syndicate, 2010.

  • Tidak ada komentar:

    Posting Komentar