Asumsi Makro
JAKARTA – Kalangan ekonom memperkirakan suku bunga acuan BI Rate akan naik 0,5 – 1 persen tahun depan seiring dengan tekanan inflasi.
Tekanan infl asi itu diperkirakan seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya permintaan dari negara-negara besar seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa.
Kepala Ekonom Bank Mandiri, Mirsa Adityaswara, di selasela peringatan ulang tahun Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI), akhir pekan lalu, di Depok, mengatakan suku bunga dapat mencapai 7,5 persen jika infl asi terusmenerus mengalami kenaikan.
”Kalau nanti infl asi masih naik, impor masih tinggi, maka giro wajib minimum (GWM) dapat dinaikkan lagi atau BI Rate dinaikkan,” kata Mirza.
Kendati demikian, keputusan BI tidak semata-mata melihat pada infl asi, tetapi juga mencermati kenaikan suku bunga The Fed pada semester dua 2011. Dia mengakui kenaikan suku bunga itu tergolong dilematis karena dengan kenaikan suku bunga, dana asing yang masuk akan semakin besar.
Akibatnya, rupiah menjadi terlalu kuat. Padahal, Bank Indonesia (BI) berupaya agar penguatan rupiah terbatas, agar ekspor tidak turun, jangan sebaliknya, justru impor yang meningkat. Penguatan rupiah berdampak negatif terhadap perekonomian karena ekspor kurang kompetitif.
Hingga akhir tahun ini, dia memperkirakan, suku bunga tetap bertahan pada level 6,5 persen. GWM Ditanya soal kemungkinan bank sentral kembali menaikkan GWM, dia mengatakan, dari kenaikan yang efektif 1 November 2010, diperkirakan sudah menyedot ekses likuiditas sekitar 60 triliun rupiah.
Penyedotan tersebut mengakibatkan likuiditas di pasar uang antarbank semakin ketat sehingga memberi sinyal bahwa bank sentral fokus pada pengendalian inflasi.
Sementara itu, ekonom dari Universitas Indonesia, Firmansyah, mengatakan BI Rate akan naik pada 2011. ”Saya memperkirakan inflasi naik sampai 7 persen jika tidak ada perbaikan di sektor riil,” kata Firmansyah. Kendati demikian, dekan termuda FEUI itu yakin kenaikan suku bunga merupakan pilihan terakhir bagi BI.
Bank sentral, papar Firmansyah, dipastikan menggunakan instrumen moneter lainnya untuk menahan agar suku bunga acuan bertahan.
”Sebab tekanan pihak-pihak yang kritis dan mahalnya biaya modal tanpa disertai daya saing di sektor riil akan berbahaya untuk produksi dalan negeri,” kata Firmansyah. Instrumen lain untuk menahan suku bunga bank di antaranya intervensi pasar dan operasi pasar agar infl asi terkendali.
Ia memperkirakan inflasi tahun depan bisa saja meningkat dan tidak ada pilihan lain dengan menaikkan suku bunga.
din/E-9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar