Perbankan
syariah merupakan salah satu jawaban atas ke gelisahan masyarakat
muslim di Indonesia atas adanya transaksi perbankan (bank konvensional)
yang mengandung riba, maysir, dan gharar. Perbankan syariah adalah
perbankan alternatif bagi masyarakat muslim di Indonesia yang insya
Allah kehalalannya telah melalui tes dan ujian. Di mana segala transaksi
telah diproses dan diuji oleh Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI). Sehingga, umat Islam tidak perlu lagi merasa
was-was dan mempertanyakan kehalalan transaksi dan produk yang ada di
dalamnya.
Selain dari aspek syariah, perbankan syariah juga telah teruji
kehebatannya melalui kekebalannya melewati krisis moneter 1998. Di mana,
pada saat itu bank muamalat sebagai pemain tunggal perbankan syariah
telah membuktikan bahwa sistem ekonomi Islam (ekonomi robbani) merupakan
sistem yang sangat cocok untuk diterapkan di era ekonomi-politik yang
semakin tidak menentu.
Dengan adanya bukti yang sangat signifikan terhadap ketahanan krisis
perekonomian yang terjadi, negara-negara Barat pun sekarang mulai
gencar-gencarnya melirik perbankan syariah. Bahkan, disinyalir
perkembangan perbankan syariah secara global mencapai 15-20 persen.
Diperkirakan tahun 2012 akan mencapai 1.600 miliar dolar AS dengan total
revenue 120 miliar dolar AS.
Walaupun perbankan syariah sebagai pemain baru di dunia perbankan, baik
secara lokal ataupun dunia, tetapi peranannya sudah terbukti terhadap
ketahanan ekonomi di dunia. Mengapa bisa demikian, karena perbankan
syariah tidak menganut sistem bunga. Bunga itu sebenarnya merupakan
penyakit ekonomi yang menjalar di sendi-sendi perekonomian, tetapi tidak
dirasakan oleh orang-orang yang menggunakannya. Sama seperti sebatang
rokok yang bisa memberikan kenikmatan secara lahir, namun secara batin
penyakit masuk di setiap organ tubuh. Seperti inilah perumpamaan yang
bisa diberikan kepada para penikmat bunga di bank konvensional.
Tanpa Riba
Tataran nasional, perkembangan-perkembangan sangat signifikan. Apalagi,
setelah adanya regulasi yang jelas dan nyata pasca UU No 10 Tahun 1998,
dua bank umum dan tujuh unit syariah beroperasi dengan lebih seratus
outlet yang tersebar di seluruh Indonesia telah menjadikan Indonesia
sebagai The Biggest and the Fastest Growing Islamic Banking Market in
the World. (Majalah Modal, edisi 11/2003)
Dari sisi pangsa pasar, Indonesia merupakan pasar yang sangat produktif
bagi perkembangan perbankan syariah. Mayoritas penduduk muslim
merupakan pasar yang sangat prospektif dan terlihat nasabah bank
konvensional pun mulai mengalir ke bank syariah. Bukan berpandangan
sempit keagamaan untuk mencari keuntungan, masyarakat diajak kembali ke
jalan tanpa riba, dari selama ini yang bergelimang dengan riba.
Meski demikian, sebagai pendatang baru, perbankan syariah harus tetap
mawas diri terhadap rival lamanya, bank konvensional yang tidak akan
berdiam diri menyaksikan perkembangan luar biasa perbankan syariah,
akhir-akhir ini. Bagaikan jamur yang tumbuh di musim penghujan,
keberadaan bank-bank syariah diharapkan bisa tetap eksis di bumi Pertiwi
ini. Dengan demikian, perbankan syariah duharapkan akan bisa
menyelamatkan perekonomian orang-orang kecil. Memang, fitrah perbankan
syariah adalah menyelamatkan masyarakat menengah ke bawah.
Hanya saja, ada kekurangannya. Salah satunya adalah dalam hal pemasaran
perbankan syariah terutama kepada masyarakat muslim di Indonesia. Miss
communication seringkali terjadi. Dhus, tentu diperlukan pendekatan
persuasif kepada umat Islam seperti menggunakan personal selling, sales
promotion, advertising, publication.
Mengelaborasi keempat teknik tersebut, sangat tepat sekali untuk
memperkenalkan produk perbankan syariah kepada umat Islam di Indonesia.
Penekannya bisa pada personal selling guna lebih meyakinkan antusias
calon nasabah agar mereka lebih prospek perbankan syariah di masa
mendatang.
Sedangkan dengan adanya pull strategy (strategi dorong) pada perbankan
syariah akan menjadi alternatif yang sangat strategis untuk memicu masa
pertumbuhan mendekati masa kedewasaan. Selain itu, dengan lebih condong
pada personal selling, cost and benefit product bisa dicapai oleh
perbankan syariah yang lebih mengarah kepada efisiensi.
Selain itu, perlu diadakan pendekatan dan kerja sama dengan beberapa
pihak terkait. Demi meyakinkan dan mendongkrak citra produk dalam
pandangan calon nasabah. Pihak-pihak tersebut antara lain, cendekiawan
(intellectuals), bisnis (bussiness), dan pemerintah (government) yang
kemudian disebut sebagai sistem triple helix.
Kata cendekiawan, di sini lebih condong diartikan sebagai ulama ahli
fiqih dan keuangan Islam. Mereka terkumpul dalam DSN-MUI. Mereka menjadi
acuan masyarakat muslim di Indonesia untuk mengetahui suatu produk
muamalah dan keuangan syariah, apakah halal atau haram?
Jadi, sangat tepat apabila para pelaku bisnis di bidang perbankan
mendekati kaum ulama untuk didorong dan didanai melakukan pengkajian dan
penelitian, demi mengembangkan terobosan produk perbankan sesuai
syariat Islam. Sekaligus, sebagai sarana dakwah bahwa produk perbankan
syariah itu halal.
Dakwahnya itu, bisa melalui ceramah keagamaan, media tulisan ataupun
yang lainnya. Sedangkan pemerintah berfungsi sebagai pemberi naungan,
khususnya di bidang regulasi agar keberadaan bank-bank berbasis syariah
benar-benar dijamin legalitasnya. ***
Penulis adalah mahasiswa perbankan syariah, Fakultas
Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar