http://nasional.kontan.co.id/v2/read/nasional/86680/Pemerintah-waspadai-second-round-effect-
JAKARTA. Dampak krisis global pelan-pelan mulai memukul sektor perdagangan. Terbukti, kinerja ekspor terus melorot dari bulan ke bulan. Neraca perdagangan dengan China yang sempat surplus, kini kembali defisit. Ini menjadi sinyal kalau pemerintah harus mewaspadai perlambatan pertumbuhan ekspor yang kemungkinan banyak berasal dari perlambatan negara mitra dagang seperti China, Jepang, dan Malaysia.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Armida S. Alisjahbana mengakui, dalam beberapa bulan belakangan, perlambatan kinerja ekspor sudah mulai terasa. Makanya, target pertumbuhan ekspor tahun ini hanya akan sebesar 10,2% dari PDB, turun dari proyeksi tahun 2011 yang sebesar 15,4%. “Kalau untuk 2011 kami tetap optimistis pertumbuhan ekspor on track. Target ekspor yang sebesar US$ 200 juta akan tercapai,” katanya di Jakarta, Selasa (3/1).
Berdasarkan catatan dari Badan Pusat Statistik, sepanjang Januari - November 2011 nilai ekspor nasional sebesar US$ 186,11 miliar, sedangkan nilai impor pada periode yang sama mencapai US$ 160,96 miliar. Secara kumulatif, neraca perdagangan selama Januari - November 2011 surplus sebesar US$ 25,14 miliar.
Meskipun secara umum neraca perdagangan masih surplus, tapi pada November 2011 Indonesia kembali mencatatkan defisit perdagangan dengan China sebesar US$ 122,2 juta. Padahal pada Oktober 2011 lalu Indonesia telah mencatatkan surplus perdagangan dengan China sebesar US$ 106,9.
Namun kabar baiknya, lanjut Armida, sejak kuartal III 2009, gap antara pertumbuhan PDB dengan industri nonmigas semakin mengecil. Di 2011, pertumbuhan industri nonmigas sudah hampir sama dengan pertumbuhan PDB. Hal ini menunjukkan proses reindustrialisasi sedang berlangsung. “Nah, di 2012 pertumbuhan industri nonmigas berpotensi melebihi PDB,” katanya.
Deputi bidang Ekonomi Bappenas Prasetijono Widjojo mengatakan, dampak lanjutan dari perlambatan ekonomi mitra dagang akan terasa lebih besar di tahun ini. “Begitu China kena, kita harus hati-hati, makanya kita dari awal harus genjot ekonomi domestik,” kata dia.
Berdasarkan simulasi perkiraan dampak krisis di AS dan Eropa yang dikaji Bappenas, jika asumsi penurunan daya beli masyarakat sebesar 25% di kawasan Uni Eropa dan AS, maka pertumbuhan ekspor Indonesia akan mengalami kontraksi sebesar 4,4%. Dari simulasi itu, penurunan pertumbuhan ekspor yang signifikan terjadi di Jepang dan India masing-masing sebesar 16,76% dan 9,83%.
Sementara itu barang ekspor yang akan mengalami penurunan terbesar jika krisis AS dan Eropa memburuk adalah produk kulit, tekstil, dan produk tekstil (TPT) serta perikanan. Hal ini karena produk ekspor tersebut sebagian besar ditujukan ke pasar Amerika.
Ekonom Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Latif Adam mengatakan, penurunan kinerja ekspor akan terus berlangsung hingga kuartal I tahun ini. Dia pun menyebutkan, pemerintah harus berhati-hati terhadap defisit perdagangan dengan China. Defisit ini menunjukkan bahwa China telah mencari prospek pasar baru yakni Indonesia, terbukti, impor dari China terus naik. "Kita dijadikan pasar mereka, karena pasar kita seksi, dengan pertumbuhan kelas menengah yang terus meningkat," kata dia.
LIPI sendiri memiliki prediksi, ekspor Indonesia dapat tumbuh 10% apabila pertumbuhan ekonomi dunia sudah mencapai 4,5% dan pertumbuhan ekonomi ASIA sebesar 8,5%. “Tapi kalau pertumbuhan ekonomi dunia hanya 4%, ekspor tidak akan sampai sebesar itu, hanya akan tumbuh 6%,” katanya. Dia memperkirakan, surplus perdagangan tahun ini juga akan berkurang US$ 3 miliar dibandingkan tahun 2011. "Tahun 2011 surplus diperkirakan mencapai US$ 18 miliar. Jadi tahun depan surplus perdagangan tinggal US$ 15 miliar," tandasnya.
Melihat kondisi ini, pemerintah punya cara dengan melakukan diversifikasi pasar ke negara-negara timur tengah, meningkatkan daya saing, menguatkan pasar dalam negeri, meningkatkan nilai tambah produk, dan untuk mewaspadai serangan impor dari China, pemerintah akan meningkatkan pengawasan terhadap impor barang ilegal.
JAKARTA. Dampak krisis global pelan-pelan mulai memukul sektor perdagangan. Terbukti, kinerja ekspor terus melorot dari bulan ke bulan. Neraca perdagangan dengan China yang sempat surplus, kini kembali defisit. Ini menjadi sinyal kalau pemerintah harus mewaspadai perlambatan pertumbuhan ekspor yang kemungkinan banyak berasal dari perlambatan negara mitra dagang seperti China, Jepang, dan Malaysia.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Armida S. Alisjahbana mengakui, dalam beberapa bulan belakangan, perlambatan kinerja ekspor sudah mulai terasa. Makanya, target pertumbuhan ekspor tahun ini hanya akan sebesar 10,2% dari PDB, turun dari proyeksi tahun 2011 yang sebesar 15,4%. “Kalau untuk 2011 kami tetap optimistis pertumbuhan ekspor on track. Target ekspor yang sebesar US$ 200 juta akan tercapai,” katanya di Jakarta, Selasa (3/1).
Berdasarkan catatan dari Badan Pusat Statistik, sepanjang Januari - November 2011 nilai ekspor nasional sebesar US$ 186,11 miliar, sedangkan nilai impor pada periode yang sama mencapai US$ 160,96 miliar. Secara kumulatif, neraca perdagangan selama Januari - November 2011 surplus sebesar US$ 25,14 miliar.
Meskipun secara umum neraca perdagangan masih surplus, tapi pada November 2011 Indonesia kembali mencatatkan defisit perdagangan dengan China sebesar US$ 122,2 juta. Padahal pada Oktober 2011 lalu Indonesia telah mencatatkan surplus perdagangan dengan China sebesar US$ 106,9.
Namun kabar baiknya, lanjut Armida, sejak kuartal III 2009, gap antara pertumbuhan PDB dengan industri nonmigas semakin mengecil. Di 2011, pertumbuhan industri nonmigas sudah hampir sama dengan pertumbuhan PDB. Hal ini menunjukkan proses reindustrialisasi sedang berlangsung. “Nah, di 2012 pertumbuhan industri nonmigas berpotensi melebihi PDB,” katanya.
Deputi bidang Ekonomi Bappenas Prasetijono Widjojo mengatakan, dampak lanjutan dari perlambatan ekonomi mitra dagang akan terasa lebih besar di tahun ini. “Begitu China kena, kita harus hati-hati, makanya kita dari awal harus genjot ekonomi domestik,” kata dia.
Berdasarkan simulasi perkiraan dampak krisis di AS dan Eropa yang dikaji Bappenas, jika asumsi penurunan daya beli masyarakat sebesar 25% di kawasan Uni Eropa dan AS, maka pertumbuhan ekspor Indonesia akan mengalami kontraksi sebesar 4,4%. Dari simulasi itu, penurunan pertumbuhan ekspor yang signifikan terjadi di Jepang dan India masing-masing sebesar 16,76% dan 9,83%.
Sementara itu barang ekspor yang akan mengalami penurunan terbesar jika krisis AS dan Eropa memburuk adalah produk kulit, tekstil, dan produk tekstil (TPT) serta perikanan. Hal ini karena produk ekspor tersebut sebagian besar ditujukan ke pasar Amerika.
Ekonom Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Latif Adam mengatakan, penurunan kinerja ekspor akan terus berlangsung hingga kuartal I tahun ini. Dia pun menyebutkan, pemerintah harus berhati-hati terhadap defisit perdagangan dengan China. Defisit ini menunjukkan bahwa China telah mencari prospek pasar baru yakni Indonesia, terbukti, impor dari China terus naik. "Kita dijadikan pasar mereka, karena pasar kita seksi, dengan pertumbuhan kelas menengah yang terus meningkat," kata dia.
LIPI sendiri memiliki prediksi, ekspor Indonesia dapat tumbuh 10% apabila pertumbuhan ekonomi dunia sudah mencapai 4,5% dan pertumbuhan ekonomi ASIA sebesar 8,5%. “Tapi kalau pertumbuhan ekonomi dunia hanya 4%, ekspor tidak akan sampai sebesar itu, hanya akan tumbuh 6%,” katanya. Dia memperkirakan, surplus perdagangan tahun ini juga akan berkurang US$ 3 miliar dibandingkan tahun 2011. "Tahun 2011 surplus diperkirakan mencapai US$ 18 miliar. Jadi tahun depan surplus perdagangan tinggal US$ 15 miliar," tandasnya.
Melihat kondisi ini, pemerintah punya cara dengan melakukan diversifikasi pasar ke negara-negara timur tengah, meningkatkan daya saing, menguatkan pasar dalam negeri, meningkatkan nilai tambah produk, dan untuk mewaspadai serangan impor dari China, pemerintah akan meningkatkan pengawasan terhadap impor barang ilegal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar