
Wakil Ketua Asosiasi Petani Teh Indonesia (Aptehindo) Jabar Endang
Sopari mengemukakan pada musim kemarau lalu produksi teh rakyat di Jabar
hanya mencapai 100 kg—150 kg per hektare.
Padahal, katanya, dalam kondisi normal produksi teh bisa mencapai 300 kg—400 kg per hektare.
“Sejak awal November ini atau musim penghujan ada peningkatan
produktivitas pada tanaman teh hingga 20%,” katanya kepada Bisnis di
Bandung hari ini.
Jika kondisi musim hujan cukup mendukung atau berada dalam kondisi yang
kondusif, produksi teh diprediksikan akan normal pada angka 300 kg—400
kg. Akan tetapi, dengan syarat air hujan yang turun pada masa itu tidak
terlampau banyak.
“Secara sederhana misalnya, produksi teh akan normal jika satu hari
hujan dan dua hari tidak hujan. Karena tanaman teh juga sangat
bergantung kepada pasokan matahari dalam rangka proses asimilasi,”
katanya.
Meskipun demikian, kedatangan musim penghujan yang berdampak pada
melimpahnya produksi teh itu tidak secara otomatis mampu mendongkrak
usaha para petani.
Pada saat produksi yang melimpah itu, harga komoditas teh justru dikhawatirkan mengalami penurunan.
Pada saat musim kemarau beberapa waktu lalu, harga teh hijau basah mencapai harga tertinggi di angka Rp2.500 per kg.
Akan tetapi, jika stok komoditas teh basah terlampau banyak, harga teh basah akan terjerembab di bawah Rp2.000 per kg.
“Kalau hanya yang normal berada pada kisaran Rp2.200 per kg—Rp2.500 per
kg. Kalau terlalu melimpah bisa anjlok 30%. Jadi ini pun akan menjadi
pekerjaan kita untuk mengatasinya,” katanya.
Endang mengatakan berdasarkan data Aptehindo Jabar, luas lahan tanaman
teh rakyat di Jabar mencapai 45.000 hektare—47 hektare dengan jumlah
petani sekitar 94.000 orang.
“Akan tetapi, itu data lama. Sekarang mungkin sudah berkurang sebab
beberapa petani mungkin sudah beralih ke komoditas lain seperti sayuran
dan yang lainnya.” (ln)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar