Senin, 26 September 2011

Sharing Subsidi Energy dengan Daerah

Oleh: Makmun Syadullah
Peneliti Utama Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan
Tulisan ini adalah pendapat pribadi
Sumber: Media Keuangan, September 2011


 Anggaran negara kini semakin terbebani dengan kegiatan yang bersifat mengikat, termasuk didalamnya alokasi untuk subsidi. Tanpa ada perubahan kebijakan, Pemerintah pusat kini dan masa mendatang akan selalu dihadapkan pada posisi yang kurang menguntungkan dalam hal pengalokasian APBN. Pemerintah pusat selalu dihadapkan pada posisi yang kurang menguntungkan dalam hal pengalokasian APBN. Sejalan dengan terus naiknya harga  naiknya harga minyak naik dan penerimaan negara dari sektor migas, maka porsi alokasi subsidi dan bagi hasil ke daerah akan Sejalan dengan terus naiknya harga  terus meningkat.
Dalam RAPBN-P 2011, terjadi lonjakan yang besar alokasi belanja subsidi. Dalam postur APBN 2011, pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi energi sebesar Rp136 triliun. Besarnya konsumsi BBM dan listrik hingga aklhir semester I tahun ini, mendorong pemerintah menambah alokasi subsidi energi menjadi Rp187 triliun. Subsidi untuk BBM bersubsidi dari semula Rp80 triliun menjadi Rp120 triliun. Sedangkan subsidi listrik dari semula Rp40 triliun menjadi Rp65 triliun. Ini belum termasuk jenis subsidi lain (non energy) seperti subsidi pupuk, alokasi Public Service Obligation dalam rangka BUMN, subsidi pangan, subsidi kredit program,  subsidi benih,  dan subsidi pajak.
Seiring dengan semakin tingginya beban subsidi dalam anggaran negara, Menteri Keuangan mewacanakan untuk menurunkan beban tersebut melalui sharing subsdi dengan pemerintah daerah (Bisnis Indonesia edisi online, 29 Juli 2011). Disamping itu penghematan subsidi juga akan ditempuh melalui menghematan penggunaan energi, baik itu BBM maupun listrik. Penghematan tersebut meliputi pemerintah pusat sampai dengan pemerintah daerah, baik itu sifatnya kedinasan sampai ke rumah dinas, sampai ke kegiatan-kegiatan terkait. Melalui penghematan tersebut diharapkan akan bisa menghemat konsumsi BBM sebesar 10 persen dan konsumsi listrik sebesar 25 persen.

Kemampuan Daerah
Sejalan dengan tujuan otonomi daerah, untuk mengurangi beban pemerintah pusat dalam bidang urusan pelayanan kepada masyarakat, maka pemerintah daerah juga berkewajiban untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini sejalan dengan diberikannya kewenangan yang besar kepada pemerintah daerah untuk mengusahakan pemanfaatan potensi daerahnya dan sekaligus untuk mengusahakan pemanfaatan potensi tersebut. Dengan otonomi daerah, daerah  harus mampu menyelesaikan permasalahan yang ada termasuk masalah ketenagalistrikan.
         Dalam era otonomi daerah dewasa ini, Pemerintah Daerah memiliki peranan yang penting dalam memberikan pelayanan publik. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa permintaan terhadap pelayanan publik dapat berbeda-beda antar daerah. Dengan adanya kedudukan Pemerintah Daerah yang yang paling dekat dengan publik, maka pemerintah daerah lebih mengetahui bagaimana memutuskan untuk mendelegasikan tanggung jawab pelayanan publik atau fungsi belanja pada berbagai tingkat pemerintahan. Hal ini membawa implikasi pada perbedaan alokasi APBD untuk belanja modal dan belanja aparatur.
Mengingat kemampuan pemerintah pusat untuk subsidi energy yang semakin berat di satu sisi dan dengan memperhatikan kemampuan pemerintah daerah yang beragam di sisi yang lain, maka salah satu wacana yang dikembangkan Menteri Keuangan adalah melalui sharing subsidi. Tentunya wacana sharing subisdi ini harus kita sambut dengan baik. Namun demikian dalam pelaksanannya perlu persiapan yang cukup matang. Kesiapan daerah ini antara lain dapat dilihat dari kondisi keuangan daerah. Di sisi lain kemampuan masyarakat juga menjadi pertimbangan dalam mengalokasikan belanja daerah dalam rangka pelayanan publik. Tidak semua masyarakat masyarakat wajib disubsidi, sekedar contoh adalah subsidi listrik, mungkin hanya konsumen kelompok rumah tangga dengan daya tertentu saja yang disubsidi, sehingga disamping subsidi tidak salah sasaran, juga tidak memberatkan anggaran daerah.
Sementara itu untuk melihat kemampuan daerah dalam sharing subsidi, khususnya subsidi energi  dapat digunakan pendekatan kemampuan kapasitas fiskal daerah. Dalam konteks ini, kapasitas fiskal daerah didefinisikan sebagai kemampuan keuangan suatu daerah untuk membiayai segala tugas pemerintahan yang dicerminkan melalui pendapatan daerah (tidak termasuk DAK), dana darurat dana pinjaman lama dan penerimaan lain yang pengunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu.
Kemampuan daerah dalam memberikan pelayanan publik sangat dipengaruhi oleh kondisi keuangan daerah. Kondisi keuangan daerah ini dapat diukur dari kapasitas fiskal daerah yang merupakan rasio antara total penerimaan daerah (Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Penerimaan Lain-lain setelah  dikurangi dengan belanja pegawai) terhadap jumlah penduduk. 
Berdasarkan pengertian di atas, maka kapasitas fiskal daerah akan sangat dipengaruhi oleh : Pertama, ketersediaan sumber-sumber pajak (tax objects) dan tingkat hasil (buoyancy) dari object tersebut. Tingkat hasil tersebut ditentukan oleh sejauhmana sumber pajak (tax bases) responsif terhadap kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi obyek pengeluaran seperti inflasi, pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang pada gilirannya akan berkorelasi dengan tingkat pelayanan yang baik secara kuantitatif dan kualitatif. Di samping itu sumber-sumber pendapatan potensial yang dimiliki suatu daerah juga akan menentukan tingkat kemampuan keuangannya. Setiap daerah mempunyai potensi pendapatan yang berbeda karena perbedaan kondisi ekonomi, sumber daya alam, besaran wilayah, tingkat pengangguran dan jumlah penduduk. Sumber-sumber pendapatan potensial tercermin dalam Pendapatan Asli Daerah.
Kedua, dana perimbangan dari pemerintah pusat baik dalam bentuk Dana Alokasi Umum maupun  Dana Bagi Hasil.  Sebagaimana diketahui bahwa dana perimbangan ini dimaksudkan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan antar Pemerintah Daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus DAK).
Akhirnya, dengan mempertimbangkan kondisi keuangan daerah, sebaiknya wacana sharing subsidi dengan pemerintah daerah perlu dipersiapkan dengan matang. Sharing subsidi dapat dibuat minimal tiga skenario yakni untuk daerah yang memiliki kapasitas fiskal tinggi, sedang dan rendah. Semakin tinggi kemampuan fiskal pemerintah daerah, maka sharing subsidinya semakin tinggi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar