Oleh:
Makmun Syadullah
Peneliti
Utama Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan
Tulisan
ini adalah pendapat pribadi
Sumber:
Media Keuangan, September 2011
Anggaran negara kini semakin
terbebani dengan kegiatan yang bersifat mengikat, termasuk didalamnya alokasi
untuk subsidi. Tanpa ada perubahan kebijakan, Pemerintah pusat kini dan masa
mendatang akan selalu dihadapkan pada posisi yang kurang menguntungkan dalam
hal pengalokasian APBN. Pemerintah pusat selalu dihadapkan pada posisi yang
kurang menguntungkan dalam hal pengalokasian APBN. Sejalan dengan terus naiknya
harga naiknya harga minyak naik dan
penerimaan negara dari sektor migas, maka porsi alokasi subsidi dan bagi hasil
ke daerah akan Sejalan dengan terus naiknya harga terus meningkat.
Dalam RAPBN-P 2011, terjadi lonjakan yang besar alokasi belanja
subsidi. Dalam postur APBN 2011, pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi
energi sebesar Rp136 triliun. Besarnya konsumsi BBM dan listrik hingga aklhir
semester I tahun ini, mendorong pemerintah menambah alokasi subsidi energi
menjadi Rp187 triliun. Subsidi untuk BBM bersubsidi dari semula Rp80 triliun
menjadi Rp120 triliun. Sedangkan subsidi listrik dari semula Rp40 triliun
menjadi Rp65 triliun. Ini belum termasuk jenis subsidi lain (non energy) seperti
subsidi pupuk, alokasi Public Service
Obligation dalam rangka BUMN, subsidi pangan, subsidi kredit program, subsidi benih, dan subsidi pajak.
Seiring dengan semakin tingginya beban subsidi dalam anggaran
negara, Menteri Keuangan mewacanakan untuk menurunkan beban tersebut melalui sharing subsdi dengan pemerintah daerah
(Bisnis Indonesia edisi online, 29 Juli 2011). Disamping itu penghematan
subsidi juga akan ditempuh melalui menghematan penggunaan energi, baik itu BBM
maupun listrik. Penghematan tersebut meliputi pemerintah pusat sampai dengan
pemerintah daerah, baik itu sifatnya kedinasan sampai ke rumah dinas, sampai ke
kegiatan-kegiatan terkait. Melalui penghematan tersebut diharapkan akan bisa
menghemat konsumsi BBM sebesar 10 persen dan konsumsi listrik sebesar 25
persen.
Kemampuan Daerah
Sejalan dengan
tujuan otonomi daerah, untuk mengurangi beban pemerintah pusat dalam bidang
urusan pelayanan kepada masyarakat, maka pemerintah daerah juga berkewajiban
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini sejalan dengan
diberikannya kewenangan yang besar kepada pemerintah daerah untuk mengusahakan
pemanfaatan potensi daerahnya dan sekaligus untuk mengusahakan pemanfaatan
potensi tersebut. Dengan otonomi daerah, daerah
harus mampu menyelesaikan permasalahan yang ada termasuk masalah
ketenagalistrikan.
Dalam era otonomi daerah dewasa ini,
Pemerintah Daerah memiliki peranan yang penting dalam memberikan pelayanan
publik. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa permintaan terhadap pelayanan
publik dapat berbeda-beda antar daerah. Dengan adanya kedudukan Pemerintah
Daerah yang yang paling dekat dengan publik, maka pemerintah daerah lebih
mengetahui bagaimana memutuskan untuk mendelegasikan tanggung jawab pelayanan
publik atau fungsi belanja pada berbagai tingkat pemerintahan. Hal ini membawa
implikasi pada perbedaan alokasi APBD untuk belanja modal dan belanja aparatur.
Mengingat kemampuan
pemerintah pusat untuk subsidi energy yang semakin berat di satu sisi dan
dengan memperhatikan kemampuan pemerintah daerah yang beragam di sisi yang
lain, maka salah satu wacana yang dikembangkan Menteri Keuangan adalah melalui sharing subsidi. Tentunya wacana sharing subisdi ini harus
kita sambut dengan baik. Namun demikian dalam pelaksanannya perlu persiapan
yang cukup matang. Kesiapan daerah ini antara lain
dapat dilihat dari kondisi keuangan daerah. Di sisi lain kemampuan masyarakat
juga menjadi pertimbangan dalam mengalokasikan belanja daerah dalam rangka
pelayanan publik. Tidak semua masyarakat masyarakat wajib disubsidi, sekedar
contoh adalah subsidi listrik, mungkin hanya konsumen kelompok rumah tangga
dengan daya tertentu saja yang disubsidi, sehingga disamping subsidi tidak
salah sasaran, juga tidak memberatkan anggaran daerah.
Sementara itu untuk melihat kemampuan
daerah dalam sharing subsidi,
khususnya subsidi energi dapat digunakan
pendekatan kemampuan kapasitas fiskal daerah. Dalam konteks ini, kapasitas fiskal daerah
didefinisikan sebagai kemampuan keuangan suatu daerah untuk membiayai segala
tugas pemerintahan yang dicerminkan melalui pendapatan daerah (tidak termasuk
DAK), dana darurat dana pinjaman lama dan penerimaan lain yang pengunaannya
dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu.
Kemampuan daerah dalam memberikan pelayanan publik sangat
dipengaruhi oleh kondisi keuangan daerah. Kondisi keuangan daerah ini dapat
diukur dari kapasitas fiskal daerah yang merupakan rasio antara total
penerimaan daerah (Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil,
dan Penerimaan Lain-lain setelah dikurangi
dengan belanja pegawai) terhadap jumlah penduduk.
Berdasarkan pengertian di atas, maka kapasitas fiskal daerah akan sangat
dipengaruhi oleh : Pertama, ketersediaan sumber-sumber pajak (tax
objects) dan tingkat hasil (buoyancy) dari object tersebut. Tingkat
hasil tersebut ditentukan oleh sejauhmana sumber pajak (tax bases)
responsif terhadap kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi obyek pengeluaran
seperti inflasi, pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang pada
gilirannya akan berkorelasi dengan tingkat pelayanan yang baik secara
kuantitatif dan kualitatif. Di samping itu sumber-sumber pendapatan potensial
yang dimiliki suatu daerah juga akan menentukan tingkat kemampuan keuangannya.
Setiap daerah mempunyai potensi pendapatan yang berbeda karena perbedaan
kondisi ekonomi, sumber daya alam, besaran wilayah, tingkat pengangguran dan
jumlah penduduk. Sumber-sumber pendapatan potensial tercermin dalam Pendapatan
Asli Daerah.
Kedua, dana perimbangan dari pemerintah pusat baik dalam bentuk Dana Alokasi Umum
maupun Dana Bagi Hasil. Sebagaimana diketahui bahwa dana perimbangan
ini dimaksudkan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah dan antar Pemerintah Daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor
33 Tahun 2004, Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana
Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus DAK).
Akhirnya, dengan mempertimbangkan
kondisi keuangan daerah, sebaiknya wacana sharing
subsidi dengan pemerintah daerah perlu dipersiapkan dengan matang. Sharing subsidi dapat dibuat minimal
tiga skenario yakni untuk daerah yang memiliki kapasitas fiskal tinggi, sedang
dan rendah. Semakin tinggi kemampuan fiskal pemerintah daerah, maka sharing
subsidinya semakin tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar