Selasa, 27 September 2011

Perilaku yang Membuat 'Ramadhan' Kita Sia-Sia

Perilaku yang Membuat 'Ramadhan' Kita Sia-Sia 
Oleh: Salahuddin El Ayyubi Lc MA

Tidak terasa hampir sebulan Ramadhan telah berlalu. Kenangan manis keakraban ruh dengan ibadah masih segar di ingatan.

Rasanya baru kemarin kita merasakan nikmatnya berbuka, ramainya mesjid  dengan sholat tarawih, bisingnya suara yang berlomba mengkhatamkan Alquran sebanyak mungkin, ringannya tangan bersedekah dan memberi, serta kebaikan-kebaikan yang lain.

Namun seiring datangnya Ied, semua perilaku dan kebiasaan baik itu juga ikut menghilang. Kebaikan berubah menjadi keburukan. Amal soleh menjadi dosa. Mata dan telinga kembali bebas menikmati yang dilarang. Mulut kelu untuk mengaji tetapi leluasa membicarakan aib orang lain. Kaki begitu berat melangkah ke mesjid untuk berjama’ah. Tangan menjadi kaku untuk berbagi.

Allah SWT berfirman: “Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali…” (An-Nahl ayat 92)

Ayat ini sepertinya menyindir kita yang kembali kepada keburukan setelah kebaikan, maksiat setelah ta’at, kufur setelah syukur, syirik setelah iman. Allah menyindir kita akan janji-janji yang telah diikrarkan namun diingkari, menyindir semangat ibadah yang dulu ada namun telah pudar, menyindir taubat yang pernah terucap namun sekarang hilang tak berbekas. Hilang dengan perginya Ramadhan.

Allah SWT menagih janji kita, “Dan tepatilah perjanjian dengan Allah, apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu”). (An-Nahl ayat 92).

Nabi SAW pun mengingatkan: “Tidak beragama bagi yang tidak menepati janjinya. Tidak beriman bagi yang tidak menjaga amanahnya” (HR. Dailami)

Kelemahan menjaga janji, ketidakmampuan memegang amanah adalah satu tanda kemunafikan. Ibadah kita selama bulan Ramadhan ternyata sia-sia saja dan tidak mengantarkan kita sama sekali menjadi pribadi yang jujur, pribadi yang setia, pribadi yang komitmen. Namun sebaliknya membuat kita menjadi pribadi yang munafik.

“al-Qalil da’im khayrun min katsir al-munqati’”. Sesuatu yang sedikit tapi terus menerus adalah lebih baik daripada banyak namun terputus-putus”. Ternyata kita perlu kekuatan istiqomah. Kekuatan untuk berkomitmen. Kekuatan untuk jujur kepada diri dan kepada Allah SWT.

Allah SWT mewanti-wanti kita untuk tidak terjebak kepada perilaku yang demikian. Perilaku merusak amal-amal kebaikan dan menukarnya dengan amal-amal kejahatan. Kebaikan-kebaikan Ramadhan seharusnya  menjadi kebaikan-kebaikan abadi. Kebaikan-kebaikan yang kita harap masih melekat dalam diri saat ruh berpisah dengan jasad. Kebaikan-kebaikan yang nantinya mengantarkan pada kebahagiaan hakiki yaitu berjumpa dengan Allah SWT seperti yang dijanjikan Rasulullah SAW: “…Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya…” (HR Muslim). Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar