JAKARTA: Pengusaha meminta pemerintah memperketat perlindungan pasar
dalam negeri untuk mengantisipasi penciutan ekonomi global akibat krisis
utang di Eropa.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi
mengatakan pasar dalam negeri adalah alternatif terbaik bagi industri
yang negara tujuan ekspor terbesarnya terancam krisis.
“Tidak bisa mencari alternatif di negara lain, semua [ekonomi] menciut.
Satu-satunya pilihan adalah pasar dalam negeri,” tegasnya di Jakarta
hari ini.
Sofjan mengharapkan pemerintah mempercepat perbaikan daya saing
industri lokal di pasar domestik melalui pengetatan perlindungan produk
lokal dan perbaikan infrastruktur.
Dia menjelaskan kedua langkah tersebut dibutuhkan untuk memastikan
perusahaan asing harus berinvestasi di Indonesia jika mengincar pasar
nasional, yang diperkirakan tidak akan banyak terpengaruh oleh krisis
ekonomi global.
“Saya kira krisis sekarang akan lebih parah. Karena yang terkena
negara, bukan perusahaan yang bisa dibangkrutkan,” ucap Sofjan.
Krisis keuangan di Yunani dan Italia, menurut dia, bisa mengakibatkan
penundaan realisasi investasi dari perusahaan-perusahaan global yang
menghadapi risiko finansial di negara masing-masing.
Selain itu, Sofjan mengharapkan Bank Indonesia mempertahankan nilai
tukar rupiah pada kisaran Rp8.600–Rp9.200 per dolar AS untuk mengurangi
dampak kurs pada kinerja industri berorientasi ekspor dan berbahan baku
impor.
Dia menjelaskan jika rupiah terlalu kuat, industri bertujuan ekspor
akan terhantam sebaliknya industri dengan bahan baku utama impor akan
mengalami lonjakan biaya produksi jika rupiah terlalu lemah.
“Saya kira jika sudah lebih rendah atau lebih tinggi dari kisaran tersebut, Bank Indonesia harus campur tangan,” kata Sofjan.
Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Besi dan Baja (IISIA) Edward Pinem
mengatakan krisis ekonomi tidak akan banyak berpengaruh pada industri
logam nasional.
Industri dalam negeri, jelasnya, lebih banyak mengandalkan permintaan
pembangunan infrastruktur dan properti domestik dibandingkan ekspor.
Namun, Edward meminta pemerintah meningkatkan penggunaan produk besi
dan baja buatan dalam negeri dalam proyek-proyek besar, terutama yang
merupakan investasi asing.
Ketua Umum Asosiasi Industri Permbelan dan Kerajinan Tangan Indonesian
(Asmindo) Ambar Tjahjono memperkirakan penurunan daya beli konsumen
Eropa dan Amerika Serikat menekan ekspor mebel Indonesia hingga 30%
lebih sedikit dari ekspor tahun lalu.
Ambar menjelaskan furnitur impor dari Indonesia tergolong barang mewah
bagi konsumen di luar negeri hingga menjadi salah satu dari komoditas
pertama yang ditinggalkan konsumen ketika menghadapi pengetatan
pengeluaran.
Dia mengharapkan pemerintah membantu produsen-produsen furnitur dengan
tidak membiarkan nilai rupiah terhadap dolar AS tidak menguat terlalu
tinggi untuk membantu daya saing produk mebel Indonesia di dunia
internasional.
“Kami mengharapkan bantuan pemerintah, penguatan rupiah saja membuat
harga mebel Indonesia naik 15% - 30%,” kata Ambar, hari ini. (ln)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar