JAKARTA: Indonesia lebih banyak impor tembakau untuk produksi rokok
sehingga regulasi soal tembakau tidak akan membuat petani tembakau
menderita.
Ketua Komisi Nasional Pengendalian Tembakau Farid Afansa Moeloek
mengatakan luas lahan tembakau terus turun dari 240.000 hektare menjadi
200.000 ha pada 1990-2007. Padahal, produksi rokok terus meningkat
hingga 7 kali lipat dari 35 miliar batang menjadi 230 miliar batang
pada 2008.
"Kita [Indonesia] adalah net importir tembakau. Luas lahan tembakau
berkurang, tetapi produksi rokok terus meningkat. Data BPS juga mencatat
defisit perdagangan tembakau," ujarnya saat Konferensi Pers Tembakau,
hari ini.
Moeloek menuturkan pihak yang merasa terancam dengan kebijakan pembatasan tembakau adalah importir daun tembakau bukan petani.
Dia mengkritisi tata niaga tembakau yang berlaku saat ini membuat
petani semakin tertindas. "Pada saat mengetes kualitas tembakau, tidak
ada pengaturan kualitas oleh negara."
Ekspor rokok ke Amerika Serikat, kata dia, juga turun dari US$604,2
juta pada 2007 menjadi US$83,62 juta pada 2009. Ekspor tembakau tumbuh
6,82%, tetapi impor bertumbuh 7,64%. Produksi tembakau Indonesia pada
posisi kelima di dunia, sedangkan posisi pertama adalah China.
Menurut Moeloek, dampak rokok terhadap kesehatan telah menyebabkan
tanggungan biaya kesehatan atau total economic loss Rp245 triliun,
sedangkan penerimaan cukai rokok hanya Rp60 triliun.
Menurut dia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan dukungan
terhadap pengendalian tembakau. "Bapak Presiden menyatakan keprihatinan
dan sangat memahami masalah rokok di Indonesia." (arh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar