Minggu, 31 Juli 2011

Mei lalu, impor kapas melonjak

JAKARTA. Impor kapas dari beberapa negara sepanjang bulan Mei kemarin meningkat sangat tajam. Ambil contoh, impor kapas dari Amerika Serikat (AS).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai impor kapas dari Negeri Uwak Sam pada Mei kemarin tercatat sebesar US$ 108,74 juta atau melonjak sekitar 287% dibandingkan bulan April yang sebesar US$ 28,13 juta.

Impor kapas dari Australia juga turut meningkat. Pada bulan April lalu, nilai impor dari negeri kanguru ini tercatat masih US$ 11,86 juta. Tapi, pada bulan Mei, nilai impor kapas naik menjadi US$ 27,39 juta.

Marjuni Alimurgi, Ketua Asosiasi Petani Kapas Indonesia (Aspekindo), menduga, peningkatan nilai impor yang drastis itu disebabkan oleh melonjaknya kebutuhan kapas dari industri tekstil. Perusahaan-perusahaan tekstil berlomba memacu produksi guna mengantisipasi kebutuhan pakaian saat momen tahun ajaran baru dan menjelang puasa hingga lebaran nanti. "Wajar jika kemudian impor kapas terus meningkat," ujar Marjuni ketika dihubungi KONTAN, akhir pekan lalu.

Industri tekstil memang tidak punya pilihan untuk memenuhi kebutuhan kapas selain mengimpornya dari luar negeri. Pasalnya, produksi kapas nasional masih sangat minim sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan nasional. Pada tahun lalu misalnya, produksi kapas nasional ditaksir hanya 23.000 ton saja atau hanya memenuhi 5% dari total kebutuhan kapas yang mencapai 550.000 ton per tahun.

Pada tahun ini, produksi kapas nasional ditargetkan bisa meingkat menjadi 30.000 ton. Kata Marjuni, gairah petani kapas sedikit meningkat seiring naiknya harga kapas. Pada musim panen tahun ini, harga kapas di tingkat petani sudah dipatok sebesar Rp 4.250 per kilogram (kg). Bandingkan dengan harga kapas pada musim panen 2010 yang masih Rp 4.050 per kg. Jika cuaca bersahabat, rencananya, panen kapas nasional akan mulai berlangsung mulai bulan September mendatang. "Sekarang sudah memasuki masa pembungaan," imbuh Marjuni.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat tidak sepakat jika lonjakan nilai impor itu disebabkan oleh melonjaknya kebutuhan kapas industri tekstil. Ade menduga lonjakan nilai impor kapas yang terjadi pada bulan Mei kemungkinan besar lebih diakibatkan oleh faktor meningkatnya harga kapas dunia. "Dari sisi volume tidak akan jauh berbeda, itu karena harganya naik," jelas Ade.

Ade memprediksi, impor kapas pada Juni-Juli ini tidak akan meningkat signifikan. Perusahaan-perusahaan tekstil kemungkinan tidak akan terlalu memacu produksinya meski lebaran sebentar lagi datang. Masyarakat ditaksir tidak akan membeli pakaian guna kebutuhan lebaran sebanyak tahun-tahun sebelumnya. Pasalnya, anggaran banyak keluarga di Indonesia sudah tersedot untuk biaya sekolah anak-anaknya. Maklum saja, pada tahun ini, masa lebaran berdekatan dengan tahun ajaran baru. "Permintaan tekstil menjelang lebaran kemungkinan hanya naik sekitar 10% saja," jelas Ade.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar