JAKARTA. Rencana PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menerbitkan saham baru alias rights issue mempertebal kepercayaan diri pengelola bank itu. Dari aksi korporasi tersebut, BMRI bisa mendapatkan modal tambahan yang nilainya berkisar antara Rp 9,34 triliun - Rp 14,36 triliun.
Direktur Utama Bank Mandiri Zulkifli Zaini mengatakan, Bank Mandiri menargetkan pertumbuhan kredit di 2011 sekitar 20% - 22%. Namun pertumbuhan kredit tersebut bisa berubah jika kondisi ekonomi di tahun depan tumbuh lebih cepat.
Pahala N. Mansyuri, Direktur Keuangan BMRI menambahkan, selama lima tahun ke depan BMRI mengincar pertumbuhan kredit rata-rata 18%-20% per tahun. "Dana hasil rights issue itu yang akan kami gunakan untuk mengejar target tersebut," tambah dia, kemarin.
Di tahun 2010 ini kinerja BMRI memang cukup bersinar. Sampai Oktober lalu, bank ini sudah meraih laba bersih Rp 7,33 triliun, lebih tinggi daripada 2009 sebesar Rp 7,15 triliun. Per September 2010, kredit BMRI tumbuh sekitar 23,1% dari Rp 186,90 triliun di kuartal III 2009 menjadi Rp 230,10 triliun. Kenaikan kredit itu lebih tinggi daripada rata-rata perbankan nasional yang hanya 21,2%.
Akibat kencangnya laju pertumbuhan kredit tersebut, angka kredit bermasalah alias non-performing loan (NPL) gross BMRI turun dari 4,2% di akhir kuartal III 2009 menjadi 2,8% per akhir September. Penurunan NPL juga diikuti dengan berkurangnya beban pencadangan dari Rp 12,90 triliun menjadi Rp 11,71 triliun.
Pengurangan pajak
Laporan keuangan BMRI di kuartal III 2009 mencatat, nilai kredit macet non-UKM yang masuk kolektibilitas lima turun dari Rp 4,70 triliun menjadi Rp 3,01 triliun. Penyebabnya adalah penurunan NPL kredit valuta asing (valas) dari Rp 2,79 triliun menjadi Rp 1,32 triliun.
Rights issue juga memungkinkan BMRI mendongkrak laba bersihnya. Setelah rights issue, porsi kepemilikan publik BMRI naik dari 33,32% menjadi 40%. Sesuai Peraturan Pemerintah No 81 Tahun 2007 tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan (PPh) bagi Wajib Pajak Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbuka, maka BMRI akan mendapat diskon pajak sebesar 5%.
Dengan tarif pajak yang lebih rendah, laba bersih BMRI beda-beda tipis dibandingkan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang sudah menikmati diskon 5%. Padahal laba sebelum pajak BMRI jauh lebih tinggi. Ambil contoh hingga kuartal III 2010, laba sebelum pajak BMRI Rp 8,40 triliun dan laba bersihnya Rp 6,38 triliun. Sedang BBCA laba sebelum pajak Rp 7,67 trilun dan laba bersih Rp 6,10 triliun.
Bonny D. Setiawan, Analis Danareksa Sekuritas dalam riset tertanggal 25 Desember 2010 memperkirakan akibat insentif pajak, laba bersih BMRI di 2011 akan tumbuh sekitar 8%-9%. Ia juga menilai, membaiknya kualitas kredit akan menghasilkan dana recovery ke kocek Mandiri.
Misalnya, restrukturisasi utang Domba Mas senilai Rp 1,6 triliun dan hasil IPO dari Garuda tahun depan sekitar Rp 1,3 triliun. Atas dasar itu, Bonny merekomendasikan beli terhadap saham BMRI dengan target harga Rp 8,300 per saham.
Handi Hutajaya, Analis Trimegah Sekuritas menilai fundamental dan prospek BMRI cukup bagus. Tapi, Ia menyarankan agar penggunaan dana rights issue harus tepat dan dikomunikasikan dengan jelas serta transparan. "Selama ini kinerja saham Mandiri telah melebih ekspentasi pasar," kata dia.
Harga BMRI, kemarin, turun 0,77% menjadi Rp 6.450 per saham.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar