Minggu, 31 Juli 2011

Waspadai Uang Palsu

JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) meminta masyarakat mewaspadai peredaran uang palsu yang cenderung meningkat setiap bulan puasa dan Lebaran. Pengedar sengaja memanfaatkan banyaknya uang tunai yang beredar untuk menyisipkan uang palsu.

Direktur Direktorat Pengedaran Uang Bank Indonesia (BI) Mokhammad Dakhlan mengatakan, korban uang palsu mayoritas dari masyarakat kalangan bawah yang biasanya bertransaksi dalam jumlah kecil. Beda dengan transaksi dalam jumlah besar yang biasanya menggunakan jasa transfer perbankan. "Sehingga risiko penipuannya kecil," ujarnya ketika dihubungi Republika, Jumat (29/7).

Kecenderungan kenaikan peredaran uang palsu ini selaras dengan temuan BI terhadap uang tersebut di masyarakat. Berdasarkan data yang dirilis bank sentral, saat bulan puasa dan Lebaran tahun lalu yang jatuh pada September, peredaran uang palsu mencapai 14 lembar berbanding satu juta lembar uang beredar. Padahal, rasio pada Agustus hanya 10 lembar uang palsu per satu juta biliet dan Juli sembilan lembar.

Pada Januari-Mei 2011, total uang palsu yang berhasil ditemukan di masyarakat mencapai 57.380 lembar atau enam lembar berbanding satu juta biliet. Temuan uang palsu terbanyak terdapat di Jawa Timur yaitu 22.426 lembar. Uang yang sering dipalsukan adalah pecahan Rp 100 ribu sebanyak 33.272 lembar (57 persen). Selanjutnya lembaran uang Rp 50 ribu sebanyak 20.217 lembar (35,23 persen).

Dakhlan mengatakan, peredaran uang palsu paling banyak memang terjadi di Pulau Jawa. Sedangkan di luar Jawa tidak terlalu dikhawatirkannya. Dia mengimbau masyarakat rajin menerapkan 3D (dilihat, diraba, diterawang) untuk membedakan uang palsu dengan yang asli. Semakin masyarakat sadar uang palsu, maka ruang gerak peredaran uang itu kian sempit.

Masyarakat juga diimbaunya menukarkan uang di bank, bukan di tempat ilegal. "Kalau ditukar di bank, pasti uangnya 100 persen asli," katanya. Pengamat pasar uang Farial Anwar mengatakan, ketidakmampuan masyarakat dalam membedakan uang palsu membuat praktik pemalsuan uang terus hidup di Indonesia. Pelaku pun memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk membuat uang palsu yang semakin mirip dengan aslinya. Uang yang dipalsukan memang biasanya bernominal besar karena pelaku ingin untung besar dalam waktu cepat.

Setiap tahun kasus uang palsu yang ditangani Polri juga terus meningkat. Kasubdit Uang Palsu dan Dokumen Palsu Bareskrim Polri Kombes Darmawan Sutawijawa menyebutkan, jumlah kasus uang palsu yang ditangani Polri bahkan meningkat dua kali lipat dari 2009 ke 2010. "Peredaran itu sebagian besar terjadi menjelang hari raya keagamaan," ujarnya.

Darmawan memaparkan, pada 2010 tercatat kasus uang palsu sebanyak 1.176 kasus dengan barang bukti 523.347 lembar uang palsu. Uang palsu ini paling banyak bernominal Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu serta pecahan 100 dolar AS untuk mata uang asing. Tahun itu, Polri juga menetapkan sebanyak 290 tersangka kasus uang palsu.

Kasus uang palsu tahun ini diperkirakan Darmawan akan bertambah banyak lagi. Lantaran, hingga pertengahan 2011 telah banyak kasus yang terungkap. Polri telah menangani kasus ini di Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, dan Kalimanan. Dia menyebutkan, daerah yang paling rawan peredaran uang palsu di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Menurut Darmawan, ada beberapa indikator yang mendukung daerah itu menjadi rawan. Dia menyebut faktor kemiskinan yang tinggi didukung teknologi dan kecerdasan masyarakatnya. Lemahnya UU juga ikut berkontribusi karena dari 290 tersangka yang disidang pada 2010 hanya divonis enam bulan sampai empat tahun.yasmina hasni ed: budi raharjo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar